Panitia Khusus (Pansus) Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) DPRD DKI Jakarta mencatat masih ada 3 juta warga yang belum terlayani program pendaftaran hak atas lahan secara optimal.
Wakil Ketua Pansus PTSL DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo mengatakan, 3 juta warga tersebut terindikasi dari asmusi penduduk di 603 ribu bidang objek tanah di seluruh DKI Jakarta. Persoalan mendasar yang dialami warga saat mengikuti program PTSL yakni terkendala saat memproses administrasi.
“Karena itu kita butuh pendekatan yang terencana dan sistematik, maka perlu pansus supaya bisa menjangkau lintas lini, lintas bidang dan lintas aspek yang ada di instansi terkait. Ada soal pemerintahan, ada soal tata ruangnya, ada soal keuangan pajak dan retribusi, ada soal gugus tugasnya, ada soal BPN dan lain sebagainya,” katanya usai memimpin rapat Pansus PTSL melalui telekonferensi, Selasa (25/8).
Apalagi menurutnya, kepengurusan dokumen PTSL sebagai bukti legalitas bidang tanah wilayah secara tidak langsung berkaitan dengan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Bea Perolehan Hak Atas Bangunan (BPHTB) yang ditaksir mencapai Rp15 triliun yang akan masuk kas daerah Pemprov DKI.
“Karena selama 3 tahun kita telah mengalokasikan Rp336 miliar untuk 600 tingkat bidang, sudah terserap Rp175 miliar selebihnya belum terealisasi. PTSL ini juga berjalan ternyata ada kontribusi BPHTB ke kas daerah kurang lebih selama 3 tahun ini secara kalkulatif sebesar Rp15 triliun,” terangnya.
Setidaknya, sambung Rio, Pansus telah menginventarisasi sebanyak 11 jenis masalah yang akan diperdalam lebih lanjut, melalui persoalan warga dilapangan ataupun tindak lanjut melalui proses audiensi dan mediasi warga dan eksekutif yang datang ke DPRD DKI. Salah satu persoalan yang mencuat adalah persoalan bidang tanah yang bersinggungan dengan instansi pemerintah pusat, swasta ataupun berkepemilikan pribadi.
“Dari 11 masalah ini ada juga yang masuk kedalam Sub masalah. Kalau ditotal, mungkin sub masalahnya ada lebih dari 20 jenis yang harus dilakukan secara terorganisir. Kalau tidak begitu, maka masalahnya akan menjadi local problem yang mungkin tidak terintegrasi dengan instansi satu sama lain nya,” ungkapnya.
Dengan demikian, pihaknya akan berupaya optimal mengakomodir seluruh persoalan PTSL dengan menghadirkan instansi-instansi yang bersinggungan dengan bidang tanah Pemprov DKI Jakarta. Seperti, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), PT. KAI di sektor pusat. Ataupun Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD), dan Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) di instansi daerah.
Sehingga, persoalan PTSL yang terus berkembang di tengah masyarakat ataupun instansi vertikal Pemerintah pusat dan daerah dapat terselesaikan secara tuntas dan efektif.
“Kita targetnya 6 bulan ini harus optimal. Artinya, harus ada kemajuan yang signifikan dari yang sebelum-sebelumnya,” tandas Dwi Rio. (DDJP/alw/oki)