Pansus KTR Inventarisasi Masalah

May 9, 2025 5:22 pm

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD Provinsi DKI Jakarta selalu mengendap dan tak pernah terjamah sejak tahun 2015.

Banyaknya dinamika politik yang terjadi seakan hanya menjadi wacana belaka untuk mewujudkan kawasan bebas asap rokok di DKI Jakarta.

Untuk mengembalikan semangat itu, alhasil DPRD Provinsi DKI Jakarta membentuk kembali Panitia Khusus (Pansus) tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Pansus tersebut akan mendukung penuh Raperda tentang KTR segera disahkan menjadi peraturan daerah (Perda).

Ketua Pansus tentang KTR DPRD DKI Jakarta Farah Savira menyampaikan, dasar pembentukan kembali Pansus tentang KTR karena situasi tidak kondusif.

Marak aktivitas merokok secara sembarangan  di tengah masyarakat.

Hal itu tentunya memiliki dampak luas bagi kesehatan dan lingkungan sekitar.

“Bahwa memang dasar utama adanya KTR itu karena alasan kesehatan. Utamanya kesehatan dan juga untuk sosial kita ke depan,” ujar Farah di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (8/5).

Savira menjelaskan, hambatan yang menyebabkan belum terealisasi kawasan tanpa rokok lantaran persoalan pada aspek perekonomian.

Pasalnya, industri rokok merupakan salah satu sumber penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang signifikan di DKI Jakarta.

Meski demikian, sambung Farah, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya terkait penegakan aturan KTR.

Satu di antaranya, memberlakukan aturan larangan merokok melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Jakarta.

Termasuk juga Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok.

begitu pula Pergub Nomor 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan dan Penegakan Kawasan Dilarang Merokok.

Hanya saja, sejumlah regulasi itu dinilai belum berjalan efektif untuk menekan aktivitas merokok di ruang publik.

Dalam amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, Pasal 151 menjelaskan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan dan mengimplementasikan KTR di wilayahnya.

“Kemarin kita juga sudah rapat dengan Dinas Kesehatan dan beberapa biro terkait untuk mendalami dasar dari pembentukan perda ini,” jelas Farah.

Tantangan tersebut, lanjut Farah, yakni fenomena pada anak sejak usai tujuh tahun yang sudah mengenal rokok.

Seiring dengan itu, jumlah perokok aktif pada anak cukup tinggi usia 7-15 tahun sebesar 26 persen di DKI Jakarta.

“Jadi itu yang kita khawatirkan,” jelas Farah.

“Makanya nanti ada ruang-ruang batasan, baik terkait dengan jualan, penjualan, iklan, baik rokok yang kretek putih maupun juga yang rokok elektrik,” ungkap dia.

Karena itu, harap Farah, pembentukan Pansus tentang KTR dapat menginventarisasi masalah secara komprehensif melalui Raperda.

Nantinya, Raperda akan diusulkan ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda).

“Kita ingin Pansus KTR bisa menyeimbangi kedua belah pihak baik dari sisi ekonomi maupun sisi kesehatan,” tandas Farah.

“Tentu kita juga pasti utamakan kesehatan, tapi kita juga harus melihat bagaimana orang di belakang layar yang sangat bergantung kepada industri ini,” pungkas dia. (apn/df)