Kewajiban pengembang yang telah memiliki SIPPT adalah menyerahkan kewajibannya berupa fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Fasos dan fasum yang telah diserahkan pihak swasta tersebut selanjutnya merupakan aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Untuk lebih mendalami hal tersebut, Panitia Khusus (Pansus) Aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengadakan rapat kerja dengan Eksekutif untuk meminta penjelasan terkait Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) dan penyerahan fasos fasum dari pengembang di Provinsi DKI Jakarta dari tahun 1971-2015, Selasa (22/03).
Wakil Ketua Pansus Aset, Santoso mengatakan, dari 2.984 perusahaan yang sudah memiliki SIPPT, Pansus meminta data perusahaan mana yang berkewajiban menyerahkan fasos fasum atau hanya IMB dan sertifikat.
“Kami meminta data perusahaan mana saja yang berkewajiban menyerahkan fasos fasum kepada Pemda. Karena tidak semua perusahaan tersebut berkewajiban menyerahkannya,” kata Santoso.
Menanggapi hal tersebut, Iswan Achmadi mengakui bahwa adanya kesulitan dalam mengidentifikasi kewajiban fasos-fasum karena bedanya SIPPT dulu dengan sekarang. Dahulu SIPPT berlaku global tidak terinci seperti sekarang.
“SIPPT jalam dulu isinya global. Jadi kami tidak tau dimana letak dan luas fasos fasum yang sudah diserahkan. Kalau sekarang sudah lebih jelas,” kata Iswan Achmadi.
Sementara itu, Kepala Biro Penataan Kota dan Lingkungan Hidup, Vera Revina Sari mengatakan, data pemegang SIPPT ada di bironya, sedangkan perusahaan yang sudah menyerahkan fasos fasumnya ada di Badan Pengelola Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD). Untuk perusahaan yang belum menyerahkan kewajibannya, penagihannya dilakukan oleh pihak Walikota. Jika belum efektif akan dibantu oleh Asisten Pembangunan dan Biro Penataan Kota.
Anggota Pansus, Nasrullah menambahkan bahwa dalam pemeliharaan aset itu memang agak sulit, dilihat dari sitem kerja yang tanggung jawab dalam pengurusan BPKAD ujung tombak pelaksanaannya ada di walikota. Nasrullah juga menyarankan agar perlu adanya tim khusus untuk menangani aset-aset milik pemda sehingga kedepannya aman dalam pemeliharannya.
Sementara itu, Ketua Pansus Gembong Warsono meminta rekomendasi nama perusahaan yang nakal dan apa antisipasi terhadap pengusaha nakal yang memiliki beberapa perusahaan.
“Apakah BPTSP dapat mengantispasi hal tersebut meski ada sanksi yang akan diberikan,” kata Gembong Warsono.
Wakil Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Indrastuti Rosari Okita mengatakan, untuk mengantisipasi hal tersebut dilakukan klarifikasi ketika perusahaan memasukkan permohonannya ke BPTSP.
Santoso mengharapkan agar BPTSP menjadi pintu untuk memprotek perusahaan yang belum menyerahkan kewajiban fasos-fasumnya.
Untuk perusahaan/pengembang yang masih menguntungkan dirinya sendiri dan melupakan kewajibannya, diusulkan Pansus dalam forum rapat kerja tersebut untuk masuk daftar hitam. Dan perusahaan tersebut supaya tidak dijinkan untuk membangun di wilayah Provinsi DKI Jakarta. (red/wa)