Delapan Fraksi di DPRD Provinsi DKI Jakarta menyampaikan pandangannya atas usulan dua rancangan peraturan daerah (Raperda) dalam rapat paripurna, Selasa (14/3).
Masing-masing dari dua Raperda tersebut, yakni Raperda tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik dan Raperda tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi DKI Jakarta.
Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta dalam pandangannya meminta Raperda ini mengatur beberapa hal penting seperti persyaratan teknis, tata cara pengelolaan, hingga sanksi yang akan diberikan serta mekanisme pengawasan dan monitoring.
“Raperda ini harus menekankan penggunaan teknologi modern dalam pengelolaan air limbah domestik, seperti teknologi pengolahan air limbah yang ramah lingkungan dan efisien,” ujar Gilbert Simanjuntak, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI.
Selanjutnya untuk Raperda RUED Provinsi DKI Jakarta meminta Perda ini harus memperhatikan kebutuhan energi masyarakat Jakarta yang tinggal di Kepulauan Seribu.
“RUED harus memperhatikan kebutuhan energi masyarakat Jakarta, khususnya yang berada di daerah-daerah terpencil seperti Kepulauan Seribu. Harus dipastikan pasokan energi memadai dan terjangkau,” kata Gilbert.
Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta dalam pandangannya menyoroti rencana pengenaan tarif Pengelolaan Air Limbah Domestik kepada masyarakat sebagaimana tertuang dalam Raperda.
“Pemprov DKI Jakarta harus memberikan jaminan pemberlakuan tarif layanan pengelolaan air limbah dapat dibagi beberapa kategori. masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pelaku UMKM dan sebagainya. Sehingga dalam pemberlakuan tarif tersebut tidak memberatkan masyarakat,” ujar Wahyu Dewanto, anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta.
Fraksi Gerindra juga memandang perlunya pengaturan sanksi bagi pelanggaran dalam Raperda RUED Provinsi DKI Jakarta.
“Terkait Raperda ini perlu adanya klausul penegakan hukum bagi pelanggar, baik berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana,” ungkap Wahyu.
Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta dalam pandangannya mengenai Raperda Pengelolaan Air Limbah Domestik meyakini perlu adanya aturan yang jelas agar seluruh lapisan masyarakat dapat mengakses fasilitas layanan tersebut.
“Agar dalam Rancangan ini juga memuat azas keadilan, mengingat setiap masyarakat mempunyai hak mendapatkan layanan pengelolaan limbah tanpa memandang status sosial dan kekayaan,” ujar Suhud Alynudin, anggota Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta.
Sementara terkait Raperda RUED Provinsi DKI Jakarta, Fraksi PKS berharap adanya aturan terkait pemanfaatan energi secara bijak, sehingga energi dapat berorientasi pada aspek sustainable.
“Ini juga bertujuan untuk mendorong pemanfaatan energi secara bijak dan efisien serta mengurangi resiko dalam pemanfaatan energi. Sehingga pengelolaan energi di Jakarta ini juga harus berorientasi pada prinsip keberlangsungan energi melalui pemanfaatan secara bijak serta mengurangi berbagai resiko yang bisa membahayakan warga Jakarta dan objek vital di Jakarta,” ucap Suhud.
Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta dalam pandangannya meminta Raperda Pengelolaan Air Limbah Domestik bisa secepatnya dibahas. Sebab tingkat pencemaran air yang terjadi di DKI Jakarta menunjukan kecenderungan yang semakin meningkat, sehingga menyebabkan tingginya tingkat pencemaran air tanah maupun air permukaan.
“Dengan kondisi tersebut, DKI Jakarta berada di posisi kedua terendah dalam hal sanitasi di antara Ibu Kota di Asia Tenggara. Inilah sebabnya Jakarta perlu segera memiliki pengolahan limbah terpadu,” ujar Wawan Suhawan, anggota Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta.
Selanjutnya Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta meminta agar dalam penyusunan Raperda RUED Provinsi DKI Jakarta dapat dilakukan dengan cermat, dengan melihat potensi, peluang, dan kendala dalam mengembangkan dan memanfaatkan energi daerah.
“Kami Fraksi PAN mendukung dan berharap dapat diselesaikan rancangan ini tepat waktu mengingat pentingnya RUED sebagai penopang kemajuan daerah dan pertumbuhan ekonomi,” tutur Wawan.
Fraksi PSI DPRD DKI dalam pandangannya meminta agar dalam Raperda Pengelolaan Air Limbah Domestik dapat memberikan fokus untuk pengentasan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dan menuntaskan program subsidi revitalisasi tangki septik.
“Sebab perlu dingat, Jakarta masih memiliki kedaruratan dalam pemenuhan kebutuhan dasar sanitasi di masyarakat. Data dari Dinas Kesehatan Jakarta pada 2021 menyebutkan, ada sekitar tujuh persen atau sekitar 770.000 warga di Jakarta yang diidentifikasi BABS,” ujar August Hamonangan, Wakil Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta.
Fraksi PSI juga meminta dalam Raperda RUED Provinsi DKI Jakarta dapat memasukkan aturan yang jelas mengenai kelembagaan dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan rencana umum energi daerah.
“Mengingat banyaknya unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan RUED, dikhawatirkan dapat terjadi konflik antar lembaga jika tidak secara jelas diatur dalam Perda. Padahal peran masyarakat dalam penyelenggaraan RUED sangat diperlukan secara langsung ataupun tidak langsung,” ungkap August.
Fraksi Partai NasDem DPRD Provinsi DKI Jakarta dalam pandangannya, meminta adanya aturan pembuangan air limbah yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Apalagi saat ini telah terjadi pencemaran.
“Melihat masih adanya RW kumuh miskin di DKI Jakarta, Fraksi NasDem membutuhkan adanya penelitian lebih lanjut kebutuhan akan MCK dalam skala komunal dalam hal Sub sistem pengolahan setempat,” ujar Wibi Andrino, Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta.
Selanjutnya, Fraksi NasDem menilai perlu adanya aturan terkait kebijakan dan strategi pengelolaan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam mendukung pertumbuhan kegiatan ekonomi secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
“Diperlukan perencanaan yang matang untuk pembangunan fasilitas tersebut, baik fasilitas untuk sistem pasokan, penyediaan, pendistribusian energi, maupun fasilitas untuk penyediaan moda transportasi massal (MRT, LRT, KRL, dan Busway),” kata Wibi.
Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi DKI Jakarta meminta Raperda Pengelolaan Air Limbah Domestik dilengkapi persyaratannya sehingga dapat dilakukan pembahasan secepatnya, sebab penanganan limbah saat ini dinilai sudah bersifat darurat dan prioritas.
“Untuk itu pentingnya penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik, pasal-pasalnya dan konsultasi di tingkat pusat. Dengan dibahasnya Raperda tersebut, diharapkan mampu mengisi kekosongan hukum terkait limbah,” ujar Jamaludin, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta.
Selanjutnya, Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta meminta agar Raperda RUED Provinsi DKI Jakarta mengatur pembiayaan pelaksanaan, sehingga tidak memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Mengingat bahwa saat ini Provinsi DKI Jakarta sedang dalam pemulihan pasca pandemi Covid-19, Fraksi Partai Golkar menyarankan agar tidak mengandalkan APBD saja dalam membiayai pelaksanaan RUED, namun juga melakukan upaya untuk
mengundang investor agar berminat melakukan investasi dibidang energi,” tutur Jamaludin.
Terakhir, Fraksi PKB-PPP DPRD DKI meminta Pemprov menyiapkan pengaturan dalam pembiayaan program Pengelolaan Air Limbah Domestik. Sehingga nantinya tidak hanya bersumber dari APBD Jakarta saja.
“Kalau tidak murni dari APBD Jakarta, bagaimana komposisi pembiayaannya, dan bagaimana status dana non APBD tersebut apakah hibah, pinjaman atau lainnya? Ini harus ada aturannya,” ujar Yusuf, Sekretaris Fraksi PKB-PPP DPRD DKI Jakarta.
Selanjutnya Fraksi PKB-PPP DPRD DKI Jakarta meminta agar Raperda RUED Provinsi DKI Jakarta dapat menjamin ketersediaan energi, khususnya dalam mendukung perkembangan ekonomi DKI Jakarta.
“Ketimpangan antara demand dan supply ini tentunya memerlukan suatu rencana pengelolaan energi daerah yang mampu menjamin ketersediaan energi,” tandas Yusuf. (DDJP/bad)