Pandangan Fraksi atas Raperda APBD Tahun Anggaran 2020

December 4, 2019 9:53 pm

Sembilan fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta menyampaikan pandangannya atas rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang APBD tahun anggaran 2020 dalam rapat paripurna, Rabu (4/12). Pandangan itu disampaikan setelah sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan garis besar Raperda tersebut.

Dalam pandangannya, fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta menilai bahwa jajaran eksekutif pesimis dan kurang percaya diri dalam melaksanakan perencanaan dan penyusunan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) sebagai kerangka APBD tahun anggaran 2020. Hal tersebut tampak dari berubahnya total nilai KUA-PPAS yang semula diproyeksikan sebesar Rp95,99 triliun kemudian berubah menjadi Rp87,95 triliun.

“Itu disayangkan sekali, karena tertundanya dana perimbangan masih ada peluang APBD perubahan dan tidak tercapainya PAD (pendapatan asli daerah) yang harusnya Rp57,7 triliun menjadi Rp56,7 triliun,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan, Jhonny Simanjuntak.

Sementara itu, fraksi Partai Gerindra dalam pandangannya mengkritisi program revitalisasi trotoar serta jaringan utilitas. Sebab, fraksi Gerindra menilai, program kerja tersebut cukup menyita perhatian publik lantaran kemacetan yang terjadi. Penyebabnya penempatan barang material yang sembangaran, parkir kendaraan proyek, dan tak jarang menimbulkan kecelakaan karena kurangnya pengawasan pada pelaksanaan kerja di lapangan.

“Bahkan program ini menelan biaya sekitar Rp1 triliun di tahun 2020, dan secara tidak langsung membuat badan jalan menyempit, dan ini berbanding terbalik dengan program pengendalian kemacetan lalu lintas dengan biaya yang tidak sedikit,” ungkap Purwanto, Sekertaris Fraksi Partai Gerindra.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendorong adanya pertemuan antara legislatif dan eksekutif untuk mengoptimalkan pembahasan anggaran agar sesuai dengan waktu yang disediakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Fraksi PKS menyangkan terjadinya keterlambatan dan ketidakmulusan dalam proses penyampaikan KUA-PPAS yang kemudian juga menimbulkan sedikit keramaian di tengah masyarakat. Keterlambatan pengajuan KUA-PPAS dan perbaikan beberapa kali menunjukan perencanaan penganggaan yang kurang baik dalam pengajuan RAPBD tahun 2020.

“Oleh karena itu PKS mendukung adanya pertemuan antara legislatif dan eksekutif di awal tahun untuk membahas proyeksi penerimaan daerah untuk tahun anggaran berikutnya. Sehingga legislatif bisa memahami sejak awal perkiraan pendapatan daerah yang akan menjadi salah satu dasar perkiraan besaran belanja darah,” terang Mohammad Arifin, Ketua Fraksi PKS.

Fraksi Partai Demokrat dalam pandangannya mengapresiasi kerja eksekutif dan DPRD DKI Jakarta lantaran dapat menuntaskan pembahasan KUA-PPAS tahun anggaran 2020 di tengah keterbatasan waktu yang disediakan Kemendagri.

“Fraksi Partai Demokrat berharap APBD 2020 menjadi APBD berkualitas, bisa memprioritaskan pelayanan publik, menunjang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas pendidikan, menyediakan lapangan kerja, dan mengentaskan kemiskinan,” kata Desie Christhyana, Ketua Fraksi Partai Demokrat.

Kemudian fraksi PAN dalam pandangannya mendorong agar pembahasan rancangan APBD di kemudian hari dapat tepat waktu, dan menjadi skala prioritas bagi eksekutif dan legislatif di DKI Jakarta. Selain itu, fraksi PAN meminta Pemprov DKI untuk segera melakukan data entry dan mempublikasikan melalui website seluruh komponen APBD tahun anggaran 2020.

“Pada kesempatan ini juga, fraksi PAN meminta agar spirit pemberantasan korupsi tidak bisa dilepaskan dari penyusunan kebijakan makro pembangunan Provinsi DKI Jakarta. Termasuk di dalamnya menyusun rencana kerja pemerintah darah (RKPD,” ujar Farazandi Fidiansyah, Bendahara Fraksi PAN.

Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam pandangannya membangkitkan agar Pemprov DKI menjunjung tinggi asas transparansi sesuai Pasal 3 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Fraksi PSI menilai, prinsip keterbukaan transparansi harus hadir di setiap lini proses pengelolaan keuangan daerah, mulai dari awal hingga akhir.

“Terkait hal itu, agar kiranya pembahasan RAPBD di setiap komisi berjalan optimal. Setiap fraksi diberikan soft file dalam format excel hingga rincian kompenen. Pasalnya, sejauh ini kamu hanya menrima pada level kegiatan dalam format pdf. Kami harap permohonan ini bisa dipenuhi sebelum fase pembahasan di komisi esok hari,” ujar Anthony Winza Prabowo, Sekertaris Fraksi PSI.

Fraksi Partai Golkar dalam pandangannya mendorong Pemprov DKI Jakarta mendongkrak penerimaan dari sejumlah sektor pajak. Pasalnya Pemprov DKI dalam RAPBD tahun 2020 hanya menargetkan pendapatan daerah sebesa Rp82,19 triliun. Itu pun hasil dari penyesuaian sejumlah potensi pendapatan, seperti pajak hiburan dari Rp1,2 triliun menajdi Rp1,1 triliun, proyeksi pajak hotel dari Rp2 triliun menjadi Rp1,9 triliun, dan pajak bumi dan bangunan dari Rp11,3 triliun menjadi Rp11 triliun.

“Fraksi Partai Golkar meminta Pemprov DKI Jakarta beserta jajarannya meningkatkan dan memperbanyak lagi potensi pendapatan pajak dengan melakukan trobosan,” terang Judistira Hermawan, Sekertaris Fraksi Partai Golkar.

Kemudian, fraksi Partai NasDem dalam pandangannya mengusulkan agar pengelolaan sampah dengan Intermediate Treatment Facility (ITF) diwujudkan tahun 2020 dan dapat menjadi kegiatan prioritas mengingat sudah mencapainya volume sampah 7.800 ton per hari di Ibukota.

“Fraksi Partai NasDem mengusulkan agar percepatan pelaksanaan kegiatan ITF Sunter dapat terealisasi di tahun 2020 mengingat semakin terbatasnya pengelolaan di TPST Bantar Gebang, Bekasi. Apalagi belum adanya progres yang signifikan mengenai ITF Sunter tersebut,” ujar Jupiter, Anggota Fraksi NasDem.

Terakhir, fraksi Partai PKB-PPP dalam pandangannya menginginkan pengurangan proyeksi nilai APBD tahun anggaran 2020 dapat menjadi momentum ditegakkannya prinsip efisensi.  Sebelumnya, KUA-PPAS tahun 2020 diproyeksikan sebesar Rp95,99 triliun, lalu direvisi menjadi Rp89,44 triliun, hingga akhirnya disepakati sebesar Rp87,95 triliun.

“Kami berpendapat revisi ini hendaknya dijadikan momentum untuk menegakkan prinsip efisensi pengelolaan keuangan daerah yang konsisten berkesinambungan. Bukan hanya pada saat ini akibat kurang atau hilangnya pendapatan daerah, karena dengan efisensi dapat dihindari terjadinya pemborosan uang rakyat,” ungkap Yusuf, Sekertaris Fraksi PKB-PPP. (DDJP/gie/oki)