Wakil Ketua DPRD Provinsi Jakarta Ima Mahdiah menilai, selama ini kegiatan penaggulangan tengkes atau stunting hanya dilakukan sekali dalam setahun dan tidak berkelanjutan.
Akibatnya, terasa kurang optimal. Karena itu, politisi PDI Perjuangan itu meminta agar Pemprov DKI Jakarta lewat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) fokus pada pencegahan dan penanganan gizi buruk secara optimal.
“Ini adalah tantangan yang harus dihadapi,” ujar Ima, beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah. (dok.DDJP)
Tengkes, sambung dia, merupakan prediktor rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dampaknya menimbulkan risiko penurunan kemampuan produktif suatu negara.
Masalah sebenarnya bukan pada tubuh yang pendek. Tetapi, jika seseorang terkena stunting atau tengkes, proses lain di dalam tubuh akan terhambat.
“Termasuk pertumbuhan otak yang berdampak pada kecerdasan. Ini yang mengkhawatirkan,” kata Ima.
Indonesia, termasuk DKI Jakarta, pada 2018 merupakan negara nomor lima dengan angka stunting (tengkes/kerdil) tertinggi di dunia.
Lebih kurang sebanyak 9 juta anak balita Indonesia ( 37 persen) mengalami stunting. Jumlah itu diprediksi mengalami kenaikan hingga 2024.
Karena itu, penanganan tengkes harus dilanjutkan. Bahkan perlu digelorakan. Menurut Ima, penanganan tengkes perlu dituntaskan. Mengingat dampak langsung pada sumberdaya manusia (SDM).
Pemenuhan hidup sehat
Dikemukakan pula, bagi ibu hamil, selain rajin memeriksa secara rutin, konsumsi vitamin prenatal, olahraga, penerapan hidup sehat dan menghindari paparan asap rokok adalah sangat penting.
Hal itu bisa dilakukan ibu hamil dalam upaya agar anak tidak bertubuh pendek atau stunting saat lahir. “Setelah kelahiran anak, pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping air susu ibu (MPASI) sebagai asupan gizi anak juga harus diperhatikan,” imbuh dia.
“Perlu optimalisasi pemenuhan gizi pada anak 1.000 hari pertama sejak anak masih dalam kandungan hingga usia dua tahun. Setelah anak lahir, gizi anak juga harus diperhatikan,” tegas Ima.
Ia berharap, program pencegahan dan penanganan stunting yang menjadi prioritas dapat diterapkan secara optimal dan tepat sasaran.
Seperti program pemberian makanan tambahan (PMT), pemeriksaan rutin oleh kader Posyandu, pemberian suplemen dan Dapur Sehat atas Stunting (Dashat).
“Seluruh program itu harus sampai ke orangnya alias tepat sasaran,” tandas Ima.
Ima berpendapat, memutus mata rantai stunting di Jakarta sangat penting. Salah satunya dengan memperbaiki sanitasi.
Pasalnya, sanitasi yang buruk dapat menimbulkan penyakit pada balita, seperti diare, dan cacingan yang bisa menyebabkan gangguan proses pencernaan dan penyerapan gizi.
“Sekarang ini, banyak orangtua yang tidak paham ketika hamil dan kurang memerhatikan sanitasi di rumahnya,” ungkap Ima.
Karena itu, Ima meminta Pemprov Jakarta memberdayakan Kelompok Dasawisma dan Posyandu untuk mendata warga yang belum memiiki septic tank.
Dengan demikian, tak ada lagi warga yang buang air besar sembarangan (BABS). “Walikota juga harus kejar target. Setidaknya setiap rumah punya sanitasi yang baik,” tambah dia.
Selain sanitasi, lanjut Ima, ibu hamil juga harus menerapkan pola hidup sehat. Dengan demikian, risiko anak terlahir stunting dapat ditekan.
Di antaranya dengan mengonsumsi makanan bergizi dan vitamin saat hamil, rutin berolahraga, kelola berat badan agar tetap ideal, banyak minum air putih dan istirahat yang cukup. (stw/df)