Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur melaksanakan kunjungan kerja ke DPRD Provinsi DKI Jakarta, Rabu (9/10).
Anggota DPRD Kabupaten Mojokerto Edi Ikhwanto mengatakan, kunjungan kerja tersebut dilakukan untuk mengkonsultasikan fungsi pengawasan. Pasalnya, terjadi perbedaan panangan di internal DPRD Mojokerto mengenai mekanisme pengawasan. Padahal pengawasan yang dilakukan harus sesuai dengan amanat Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
“Ada wacana di kami (DPRD Mojokerto) untuk menangani per sektor pengawasan. Misal pengawasan untuk Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat saja. Seluruh sektor pembangunan di kabupaten kami mustinya kita awasi, tetapi pimpinan mau ada pembatasan dan tidak sesuai dengan Undang-undang (MD3),” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta.
Edi berpendapat, wewenang tersebut akan berpengaruh terhadap performa anggota DPRD sebagai wakil rakyat. Mengingat, ada sejumlah pembangunan yang terus berjalan dan memerlukan pengawasan sesuai konsentrasi bidang melalui Alat Kelengkapan Dewan (AKD).
“Kalau di tempat kami memang rencananya mau dikhususkan, dibatasi seperti kalau sektor pembangunan mustinya bisa kita awasi, seperti daerah kesra itu kan di Komisi IV harus tetap kita awasi pembangunan masjidnya, sekolahnya harus kita awasi. Tapi ini malah mau dipangkas dan tidak sesuai,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Subbagian Paripurna Fraksi dan Pansus Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta, Nurbaini mengatakan, setidaknya ada beberapa poin pencerahan yang diberikan DPRD DKI dalam hal optimalisasi pengawasan rencana kerja yang perlu dilakukan DPRD Mojokerto. Seperti, proses pengawasan pembangunan harus melibatkan seluruh elemen dan stakeholder, termasuk DPRD sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan daerah untuk menjalankan tugas fungsi sebagai wakil rakyat di wilayahnya.
“Tadi sudah saya sarankan supaya DPRD Mojokerto supaya tugas pembangunan itu harusnya melibatkan seluruh sektor, itu yang benar. Bukan seperti ada pembatasan atau pemisisahan weweneang seperti itu,” terangnya.
Nurbaini menilai, DPRD Mojokerto seharusnya dapat melakukan pertimbangan lebih lanjut perihal usulan pembatasan tersebut. Karena, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap fungsi dewan sebagai penyerap aspirasi masyarakat.
“Kalau pembatasan itu benar-benar terjadi, dikhawatirkan malah fungsi pengawasan yang dilakukan dewan malah tidak berjalan, dan aspirasi masyarakat yang harusnya menjadi objek sasaran DPRD untuk diteruskan kepada eksekutif pemerintah disana tidak berjalan efektif,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)