Nostalgia Kota Jakarta (2): GKJ, Ide Daendels Dibangun Rafles

July 9, 2024 10:01 am

Ketika Gubernur Jederal Daendels memindahkan Kota Tua ke Weltevreden, pengagum Kaisar Napoleon itu ingin membangun kota modern.

Berbagai hotel, pertokoan, dan tempat hiburan ia bangun. Di sekitar Rijwik (kini Jl. Veteran dan Noordwijk (kini Jl. Juanda) dijadikan kawasan elite.

Khususnya, kawasan untuk pendatang dari Eropa dan orang-orang Belanda yang semakin banyak pindah dari Kota Tua.

Salah satu tempat rekreasi megah adalah Club Harmonie yang kini jadi bagian dari Istana Negara. Dalam masa kepemimpinannya (1808-1811), Daendels berencana membangun sebuah gedung kesenian.

Tapi, rencana itu belum sempat dilaksanakan karena datangnya serangan Inggris ke Batavia pada tahun 1811.

Pada masa kepemimpinan Rafflee, pertimbangannya adalah para serdadu Inggris di Batavia suka bermain di lapangan terbuka, maka didirikanlah Municipal Theatre pada 27 Oktober 1816.

Gedung itu diberi nama Shouwburg yang artinya usianya lebih dari dua abad.

Kalau kita mendatangi gedung ini, meski merupakan gedung tua, tetapi gedung ini tetap terjamin keindahannya. Termasuk podium dan kursi-kursi beludru warna merah dengan loge di kanan kirinya.

Hingga kini, di bangunan yang kemudian bernama Gedung Kesenian Jaarta (GKJ) tersebut masih berlangsung pertunjukan drama opera oleh grup-grup seniman amatir maupun profesional.

Pada masa penjajahan dulu, konon banyak berdatangan pemain sandiwara dan opera dari Eropa. Karena di sekitarnya banyak tinggal warga Eropa, maka pada tahun 1825, pemerintah kolonial membangun sebuah pasar yang kini bernama Pasar Baru.

Meski usianya sudah dua abad, Pasar Baru tidak kalah dengan pasar-pasar yang banyak dibangun akhir-akhir ini berupa mal-mal dan pusat-pusat perbelanjaan modern lainnya.

Toko yang terkenal adalah Toko De Zon, yang kini di-Indonesia-kan menjadi Matahari yang memiliki ratusan tempat di pusat-pusat perbelanjaan di Indonesia.

Ada lagi toko terkenal di Pasar Baru ketika itu, yakni Toko Eropa dan Toko Sintiseng, penjual sepatun dan tas kulit.

Seniman Merdeka

Pada masa kemerdekaan, gedung kesenian dijadikan tempat pertemuan para seniman muda yang tergabung dalam kelompok Seniman Merdeka.

Dengan menggunakan truk, mereka berkeliling mempertunjukkan sandiwara menghibur para pejuang di garis depan.

Setelah merdeka, pada 29 Agustus 1945, gedung tersebut digunakan sebagai tempat berlindung anggota Komita Nasional Indonesia Pusat (KNIP), semacam DPR sekarang.

Bersebelahan dengan GKJ, terdapat kantor Pos Telephon dan Telegrap (PTT),yang sebelum adanya telepon seluler (ponsel), ramainya bukan main. Di sana, tempat warga masyarakat mengirimkan surat.

Dari tempat ini, tiap pagi dan siang ratusan tukang pos bersepeda keliling Jakarta untuk mengantar pos atau surat.

Kantor Pos dibangun pada pertengahan abad ke-19. Tujuan Belanda mendirikan kantor pos adalah untuk menjamin keamanan surat-surat dari kantor-kantor dagang yang dari luar Jawa atau untuk surat-surat ke dan dari Belanda.

Tujuan pokoknya yakni, kelancaran perdagangan. Yakni, perdagangan rempah-rempah yang saat itu merupakan komoditi utama.

Lokasinya berdekatan dengan kantor PTT terdapat Masjid Istiqlal (Kemerdekaan). Masjid terbesar yang menjadi kebanggaan bangsa.

Masjid terbesar dan termegah di Asia Teggara itu letaknya berdampingan dengan Gereja Kathedral, tempat ibadah umat Katolik.

Di sekitar Pasar Baru, dulu terdapat beberapa gedung bioskop. Seperti Capitol, Astoria, Globe dan Cinema.

Kini. masih tersisa hanya Globe yang letaknya berdampingan dengan Pasar Baru. Sedangkan bioskop lainnya sudah gulung tikar.

Tempat yang juga banyak didatangi hingga kini adalah Ice Cream Ragusa di Jl. Veteran I yang pada zaman Belanda dinamakan Citadelweg. (DDJP/stw/df)