Di komplek-komplek perumahan atau di daerah yang banyak anak-anak, untuk memperlambat lajunya kendaraan, biasanya penduduk meninggikan jalan sedikit yang lazim disebut ‘polisi tidur’.
Ada polisi tidur yang dibuat rapi dengan memberi garis-garis putih di bagian atasnya. Namun, banyak juga yang asal jadi.
Pada suatu hari, Bu Rusminah pulang dari pasar naik becak melalui sebuah jalan di bilangan Manggarai, Jakarta Selatan.
Si abang becak yang selalu berpikir konsep ‘ngejar setoran’ mengayuh becaknya dengan sekuat tenaga.
Dia tidak melihat ada polisi tidur di depannya. Bu Rusminah berteriak keras, “Awas Bang, ada polisi tidur!”.
Usai Bu Rusminah berteriak, becak itu sudah terjungkal.
Rupanya, si abang becak sudah melompat duluan.
Tinggal Bu Rusminah yang meringis karena jidatnya besot alias luka kecil.
Orang-orang yang berada di tempat kejadian segera menolong Bu Rusminah dan mendirikan kembali becak tersebut.
Salah seorang dia antara warga berteriak dan memarahi si tukang becak.
“Kenapa sih Bang, nggak hati-hati!” sergah warga itu.
Si abang becak menjawab dengan ketakutan.
“Habis, si ibu bilang ada polisi tidur. Jangankan ada polisi tidur, polisi berdiri pun saya takut,” tutur si abang becak.
“Lho, kenapa?” tanya warga itu lagi.
“Karena saya tidak punya SIM,” jawab singkat si tukang becak sambil ngelap muka pakai handuk kecil. (stw/df)