Nelayan Butuh Sertifikasi Melaut

May 3, 2024 12:17 pm

Kini, tercatat ada 1.320 kapal nelayan berbobot 30 GT. Namun, banyak yang tak bisa melaut menangkap ikan lantaran anak buah kapal (ABK)-nya terkendala tak memiliki sertifikat melaut.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah ( UPTD) Pelabuhan Perikanan Nusantara Muara Angke Mahat mengemukakan, banyak nelayan yang tidak melaut karena terkendala dengan kualitas kecakapan dan inteligensia mereka.

Karena itu, pihak UPTD Pelabuhan Perikanan Nusantara Muara Angke akan berupaya membekali mereka dengan pendidikan terpadu.

“Secara alamiah, mereka memang dapat menguasai sistem kelautan saat melakukan penangkapan ikan. Tetapi itu dilakukan secara otodidak, bukan berdasarkan pendidikan ilmu kelautan yang diperoleh di bangku sekolah atau di bangku kuliah. Itu salah satu kendala bagi mereka, seahinga banyak yang tidak bisa melaut. Karena itu, mulai bulan Maret kami membuka pelatihan kecakapan kepada para awak kapal,” urai Mahat pada tangga 28 April 2024.

Laki-laki berdarah Madura alumnus Sekolah Tinggi Perikanan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan tahun 1997 yang pernah menjabat Kepala Seksi Perikanan Kota Administrasi Jakarta Timur selama 4 tahun dan Kepala Seksi Kepelabuhan Muara Angke dari 2011 sampai 2014, khusus bagian penangkapan itu menyebutkan, secara alamiah, para nelayan Muara Angke sudah mumpuni, tetapi secara skill dan inteligensia, masih belum memenuhi syarat karena rata-rata berpendidikan rendah.

“Karena itu, pelatihan yang harus diikuti para nelayan tidak harus ke Pasar Minggu atau ke Tegal, tapi akan kami upayakan bisa dilaksanakan di Muara Angke dengan mendatangkan para pelatih ( guru). Baik dari Pasar Minggu, Tegal atau lain sebagainya,” kata Mahat.

Sekali lagi ia menggarisbawahi, kecakapan para nelayan sudah tak diragukan lagi. Kendalanya, karena skill dan pendidikannya rendah, sehingga mereka tidak memperoleh legalitas dalam melaut. Pendidikan bagi para awak kapal ( nelayan) ini sangat penting demi masa depan mereka yang lebih baik.

“Dengan modal ilmu pegetahuan dan pendidikan, selama mereka melaut bisa terjamin keselamatannya. Teknisnya, pelatihan bagi para awak kapal atau nelayan tersebut harus dikoordinasikan dengan berbagai pihak. Pelatihan antara lain juga menyangkut tes fisik dan ilmu pengetahuan. Bagi mereka yang memiliki latar belakang teknis dan pendidikan yang memadai, tentu bisa cepat menangkap materi yang diajarkan,” tambah dia.

Dikemukakan pula, anggaran SKK tergantung dari materi yang disajikan. Termasuk tenaga pengajar dan lama waktu mengajar. Materi yang diajarkan nanti diharapkan erat kaitannya dengan masalah navigasi kelautan maupun pengetahuan mesin kapal.

Saat ini, terdapat sekitar 1.320 kapal dengan bobot di atas 30 GT yang tidak bisa melaut karena terkendala oleh sertifikasi yang tak dimiliki para awak kapalnya.

“Insya Allah, materi pendidikan atau pelatihannya nanti tidak terlalu berat. Sebab, kalau materi pendidikannya sampai astronomi, tentu cukup berat bagi mereka. Jika satu kapal mempunyai 20 sampai 30 anak buah kapal (ABK), pelatihan itu akan diikuti sekitar 370 sampai 400 orang setiap tahapan,” imbuh Mahat yang siang itu didamping Kepala Satuan Pelaksana ( Kasatlak) Muara Angke Hasan Syamsuddin.

Selain pendidikan mengenai kecakapan menangkap ikan, materi pelatihan juga diarahkan pada kepedulian lingkungan, mengingat saat ini pesisir utara Jakarta dilanda sampah plastik. Apalagi Pemprov DKI Jakarta juga sedang berkonsentrasi perang terhadap sampah plastik.
Butuh BBM 48.000 KL/Tahun.

Hasan Syamsuddin mengmukakan, selain melakukan pelatihan atau pendidikan kepada para nelayan, Pelabuhan Perikanan Nusatara Muara Angke juga terus berbenah. Termasuk upaya memenuhi kebutuhan BBM kepada para nelayan yang setiap bulannya mencapai sekitar 4000 KL atau setara dengan 48.000 KL setahun.

“Jika setiap bulan para nelayan membutuhkan 4.00 KL BBM, berarti setara dengan 48.000 KL per tahun. Jumlah itu menurut kami masih jauh dari memadai. Karena itu, kebutuhan BBM subsidi saat ini sedang disesuaikan dengan kuota. Tercatat ada 600 kapal nelayan yang harus dilayani BBM subsidi. Dari jumlah itu, ternyata hanya separuhnya yang bisa dilayani,” papar dia.

Mestinya, BBM subsidi untuk memenuhi kebutuhan 600 kapal nelayan itu jumlahnya dua kali kuota yang ada. Masalah ini yang saat ini sedang diusahakan. Sehimgga semua kapal bisa melaut. Dengan demikian, bisa meningkatkan hasil penangkapan ikan.

Sejak dilantik sebagai Kepala UPTD Muara Angke, H.Mahat dan jajarannya terus berusaha meningkatkan pengelolaan Pelabuhan Perikanan Nusantara Muara Angke.

Baik sarana dan prasaranya, maupun kebersihan lingkungan dalam upaya menjadikan Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Jakarta Utara sebagai obyek wisata bahari lebih profesional.

Bukan hanya itu saja, kesejahteraan para keluarga nelayan, pedagang dan karyawan juga menjadi perhatiannya.Karena itu, ia mengajak semua pihak untuk menjalin kerjasama demi terwujudnya cita-cita tersebut.

“Untuk mewujudkan cita-cita itu tak mungkin bisa saya tangani sendiri. Tentu perlu kerjasama dengan berbagai pihak. Walau saya harus banting tulang ibaratnya, tetapi tanpa dukungan semua pihak, cita-cita itu hanya akan tinggal wacana” kata Mahat.

Menyoroti persoalan itu, Wakil Ketua Komis B DPRD Provinsi DKI Jakarta Taufik Azhar berharap, dapat mewujudkan cita-citanya tersebut. Dengan catatan, Mahat mampu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak.

Wakil Ketua Komis B DPRD Provinsi DKI Jakarta Taufik Azhar. (dok.DDJP)

“Jika selama dia menjadi Kepala Seksi Perikanan Kota Administrasi Jakarta Timur dan Kasi Perkapalan Bidang Penangkapan di UPTD Muara Angke kinerjanya cukup baik, dengan dikukuhkannya sebagai Kepala UPTD Muara Angke, mudah-mudahan ia termotivasi untuk meningkatkan kualitas Pelabuhan Muara Angke. Bukan hanya sebagai tempat pelelangan ikan, tetapi juga sebagai destinasi wisata bahari nasional dan internasional,” kata Taufik.

Menurut pengamatan politisi Partai Golkar itu, dalam menjalankan tugasnya, ia mampu menjalin kerjasama yang baik dengan Hasan Syamsuddin selaku Kepala Satuan Pelaksana (Kastlak) Pelabuhan Muara Angke.

Lebih lanjut, Taufik mengemukakan, masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan Mahat. Antara lain pasokan BBM Subsidi, penataan lingkungan, dan peningkatan kualitas para nelayan. Yang tak kalah pentingnya adalah dalam upaya meningkatan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perikanan. (DDJP/stw)