MRT, Jelajah Perkembangan Transportasi di Jakarta

August 20, 2024 12:05 pm

Transportasi merupakan cara memindahkan manusia atau barang dengan menggunakan wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Bahkan pada zaman sebelum penggunaan mesin, transportasi juga menggunakan hewan.

Para ahli sepakat bahwa transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam beraktivitas sehari-hari. Sesuai perkembangan zaman, transportasi menjadi alat yang semakin dibutuhkan.

Bentuk alat transportasi terus mengalami perkembangan. Semakin canggih. Sebab, manusianya pun semakin canggih memikirkan dan menciptakan alat transportasi yang dianggap paling efektif dan efisien.

Seperti di Kota Jakarta, banyak menyimpan sejarah panjang perkembangan alat transportasi. Masyarakat di kota yang kini dikenal semakin modern ini, berbagai transportasi canggih yang menghubungkan pusat kota dengan wilayah aglomerasi sudah ada. Seperti MRT, LRT, Commuter Line, hingga TransJakarta.

Namun sebelum semua transportasi itu ada, berbagai bentuk transportasi telah dirasakan juga oleh masyarakat dari masa-masa sebelumnya. Seperti Delman, Becak, Trem, Taksi, Oplet, Bemo, Bajaj, Bus Tingkat, dan MRT.

Proyek infrastruktur MRT ini sebenarnya sudah digagas sejak Orde Baru, tahun 1985. Ada lebih dari 25 studi subjek umum dan khusus yang telah dilakukan terkait dengan kemungkinan sistem MRT di Jakarta.

Pembangunan MRT dilanjutkan saat Joko Widodo (Jokowi) menjabat Gubernur DKI Jakarta. Jokowi saat itu menyebut, proyek MRT masuk sebagai salah satu prioritas dalam anggaran Jakarta, tahun 2013.

Ilustrasi MRT. (DDJP/bj)

Ide pembangunan MRT Jakarta sejatinya dicetuskan sejak tahun 1985 oleh Bacharudin Jusuf (BJ) Habibie. Saat itu, Habibie menjabat sebagai kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada era pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto.

Dikutip dari Kompas.com, edisi 17 Juni 2021, Habibie mengaku tengah mendalami berbagai studi dan penelitian demi menghadirkan transportasi massal berupa proyek MRT di ibukota.

Ada empat studi yang dimaksud BJ Habibie, yaitu Jakarta Urban Transport Program (1986-1987) dan Integrated Transport System Improvement by Railway and Feeder Service (1988-1989).

Kemudian, Transport Network Planning and Regulation (1989-1992), dan Jakarta Mass Transit System Study (1989-1992). Studi-studi ini ditindaklanjuti oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso yang menjabat selama 10 tahun (1997-2007).

Konsep awal pembangunan MRT yang akan dibangun pada saat itu adalah konstruksi jalur bawah tanah yang disebut sebagai subway.

Pada tahun 2005, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan, MRT Jakarta merupakan proyek nasional. Subkomite MRT pun dibentuk untuk mendirikan perusahaan operator MRT.

Pada masa jabatan terakhir Sutiyoso, 18 Oktober 2006, dasar persetujuan pinjaman dengan Japan Bank for International Coorporation (JBIC) pun dibuat.

Satu bulan setelahnya atau tepatnya 28 November 2006, penandatanganan persetujuan pembiayaan proyek MRT Jakarta dilakukan oleh Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Kyosuke Shinozawa dan Duta Besar Indonesia untuk Jepang Yusuf Anwar.

JBIC mendesain dan memberikan rekomendasi studi kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Telah disetujui pula kesepakatan antara JBIC dan Pemerintah Indonesia untuk menunjuk satu badan menjadi satu pintu pengorganisasian penyelesaian proyek MRT ini.

Hingga akhirnya di 2008, PT MRT Jakarta (Perseroda) resmi berdiri ketika Fauzi Bowo menempati Balaikota Jakarta. Dalam Pasal 5 Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2008 disebutkan, pada saat perkeretaapian umum perkotaan MRT Jakarta mulai dioperasikan, perseroan berkontrak dengan Pemprov DKI Jakarta.

Tujuannya, untuk memberikan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang disepakati dengan mengacu kepada standar internasional.

Tahun itu juga, perjanjian pinjaman untuk tahap konstruksi ditandatangani, termasuk pula studi kelayakan pembangunan MRT. Pada 23 September 2010, Fauzi Bowo yang dikenal dengan panggilan “Foke” ini bertemu dengan BJ Habibie.

Pertemuan yang berlangsung di kediaman BJ Habibie di kawasan Patra Kuningan, Jakarta Selatan, selama lebih kurang tiga jam. Pada kesempatan itu, BJ Habibie memberikan masukan kepada Foke terutama terkait pengadaan MRT yang sudah pernah dikaji sejak tahun 1986.

Pada pengujung jabatannya, Kamis (26/4/2012), Foke kemudian meresmikan pencanangan pembangunan proyek MRT tahap I koridor selatan-utara sepanjang 15,7 kilometer dari Lebak Bulus-Bundaran HI.

“Dengan pencanangan ini, saya bisa bernapas lega dan kami membuktikan bahwa serius dan benar berniat untuk membuatnya. We really meant it,” kata Foke saat itu.

Pekerjaan persiapan yang langsung bisa dimulai antara lain pemindahan terminal angkutan umum Lebak Bulus. Kemudian, pemindahan Stadion Olahraga Lebak Bulus, ultilitas, pelebaran Jalan Fatmawati, dan pembangunan kantor proyek.

Pembangunan MRT yang prosesnya cukup panjang tersebut akhirnya terealisasi saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu.

Proyek ini secara resmi dibangun dengan ditandai groundbreaking (peletakan batu pertama) pada 10 Oktober 2013 di tempat yang sekarang menjadi Stasiun Dukuh Atas.

Meski Jokowi meletakkan jabatannya di DKI Jakarta, pembangunan ini terus berlanjut pada era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Jokowi sempat menegaskan bahwa MRT yang kini sudah bisa dinikmati masyarakat Jakarta merupakan keputusan politiknya saat menjabat Gubernur bersama Ahok yang menjadi wakilnya.

“Itu pun putusan politiknya, kita putuskan saat saya jadi gubernur saat itu dengan Pak Ahok,” kata Jokowi saat menghadiri deklarasi dukungan 10.000 pengusaha untuk pencalonan dirinya sebagai presiden yang kedua kali di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (21/3/2019).

Pada koridor 1 ini, telah dibangun jalur kereta sepanjang 16 kilometer yang meliputi 10 kilometer jalur layang dan enam kilometer jalur bawah tanah.

Tujuh stasiun layang tersebut adalah Lebak Bulus (lokasi depo), Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja.

Sedangkan enam stasiun bawah tanah dimulai dari Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran Hotel Indonesia.

Pengerjaan konstruksi dibagi dalam enam paket kontrak yang dikerjakan oleh kontraktor dalam bentuk konsorsium (joint-operation), yaitu: CP101-CP102 oleh Tokyu-Wijaya Karya Joint Operation (TWJO) untuk area Depot dan Stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, dan Cipete Raya.

CP103 oleh Obayashi-Shimizu-Jaya Konstruksi (OSJ) untuk area Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja. CP104-CP105 oleh Shimizu-Obayashi-Wijaya Karya-Jaya Konstruksi Joint Venture (SOWJ JV) untuk area transisi, Senayan, Istora, Bendungan Hilir, dan Setiabudi.

CP106 oleh Sumitomo-Mitsui-Hutama Karya Join Operation (SMCC-HK JO) untuk area Dukuh Atas dan Bundaran Hotel Indonesia.

Sedangkan untuk pengerjaan CP107 untuk sistem perkeretaapian (railway system) dan pekerjaan rel (trackwork) oleh Metro One Consortium (MOC) yaitu Mitsui & Co–Tokyo Engineering Corporation – Kobe Steel, Ltd-Inti Karya Persada Tehnik). Sementara CP108 untuk rolling stock oleh Sumitomo Corporation.

Proyek Pembangunan MRT dibiayai oleh Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta serta didukung oleh dana pinjaman Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).

Dukungan JICA diberikan dalam bentuk pinjaman penyediaan dana pembangunan. Komitmen yang telah diberikan JICA adalah sebesar 125,237 miliar yen atau setara Rp 13 triliun.

Sedangkan loan agreement (persetujuan pinjaman) yang telah diberikan sebesar 50 miliar yen atau Rp 5,2 triliun. Ini terdiri loan agreement No. IP-536 sebesar 1,86 miliar yen atau Rp 195 miliar dan Loan Agreement No. IP-554 sebesar 48,15 miliar yen setara Rp 5 triliun serta loan agreement No. IP-571 sebesar 75,2 miliar yen atau sejumlah Rp 7,84 triliun. Dana pinjaman JICA yang telah diterima pemerintah pusat diterushibahkan kepada Pemprov DKI Jakarta.

Dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini berkaitan pinjaman berada pada Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Direktorat Pembiayaan dan Kapasitas Daerah, Sub Direktorat Hibah Daerah.

Program ini bernama Pengelolaan Hibah Negara dengan Kegiatan Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah LN sebagai hibah kepada Pemerintah Daerah (Pemda).

Dalam pembangunan MRT Jakarta mencakup fisik dan non-fisik seperti sistem persinyalan dan operasi, struktur dan jenis rel, platform screen doors, dan mesin bor terowongan (tunnel boring machine). Penggunaan teknologi tersebut diharapkan mampu mewujudkan pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat.

Setelah melewati proses perencanaan dan persiapan yang panjang, yakni sekitar 25 tahun, MRT akhirnya beroperasi di Jakarta pada 24 Maret 2019. Pembangunan moda transportasi ini pun mendapatkan pujian dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono.

Kala itu, Basuki mencoba MRT Jakarta dengan para Pejabat Tinggi Madya dan Pratama Kementerian PUPR, 13 Maret 2019. Basuki pun memuji kualitas MRT Jakarta yang dimiliki Indonesia ini tidak kalah dengan negara-negara lain.

“Ternyata kita bisa, selama ini hanya mengagumi negara lain. Saya rasa kalau kita sungguh-sungguh pasti bisa. Mudah-mudahan kita semua sepakat bahwa kesan kita terhadap MRT ini tidak kalah dibandingkan dengan MRT negara lain, seperti Singapura atau mungkin di Jepang,” kata Basuki saat itu.

Kehadiran MRT Jakarta, kata dia, akan mengubah sikap dan perilaku masyarakat Jakarta khususnya dan Indonesia pada umumnya dalam menjaga kebersihan dan ketertiban di sekitar stasiun maupun gerbong kereta. “Kekurangan kita selama ini adalah menjaga kebersihan. Oleh karena itu, saya sangat mendukung penegakan aturan yang tegas, tidak ada toleransi untuk kita tetap menjaga kebersihan,” lanjut dia.

Proyek pembangunan MRT Jakarta Fase 1 Koridor Lebak Bulus-Bundaran HI meraih penghargaan tingkat global dari Federation Internationale Des Ingenieurs-Conseils (FIDIC) atau International Federation of Consulting Engineers dalam ajang FIDIC Project Awards 2021.

Proyek kereta bawah tanah pertama di Indonesia tersebut dinilai sebagai infrastruktur yang memberikan perubahan nyata bagi lingkungan dan masyarakat serta dilaksanakan dengan penerapan kontrak FIDIC dan manajemen proyek yang baik. MRT Jakarta Fase 1 merupakan proyek pertama dari Indonesia yang berhasil mendapatkan penghargaan internasional tersebut.

Penghargaan itu diberikan saat General Assembly Meeting yang dihadiri secara virtual oleh lebih dari 100 Negara Anggota FIDIC, Selasa (14/9/2021).

Direktur Utama MRT Jakarta William Sabandar saat itu mengucapkan terima kasih atas penghargaan yang diberikan kepada moda transportasi tersebut.

“Ini adalah pengakuan terhadap karya anak bangsa melalui insan-insan PT MRT Jakarta (Perseroda) dan semua pihak yang terlibat, atas kerja profesional dan berintegritas dalam mewujudkan infrastruktur publik dengan kualitas internasional,” tutur William.

Setelah membangun Fase 1, MRT Jakarta melanjutkan pembangunan pada fase kedua yang terbagi atas Fase 2A dan Fase 2B Proyek pembangunan MRT Jakarta fase 2 membentang sepanjang sekitar 11,8 kilometer dari kawasan Bundaran HI hingga Ancol Barat.

Fase 2 ini melanjutkan koridor utara-selatan fase 1 yang telah beroperasi sejak 2019 lalu, yaitu dari Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI.

Dengan hadirnya fase 2 ini, total panjang jalur utara-selatan menjadi sekitar 27,8 kilometer dengan total waktu perjalanan dari Stasiun Lebak Bulus Grab hingga Stasiun Kota sekitar 45 menit.

Jarak antarstasiun sekitar 0,6 hingga 1 kilometer dengan sistem persinyalan Kendali Kereta Berbasis Komunikasi (CBTC) dan sistem operasi otomatis tingkat 2.

Pembangunan fase 2 merupakan Proyek Strategi Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN.

Selain itu, Keputusan Gubernur (Kepgub) Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1713 Tahun 2019 tentang Perubahan Keputusan Atas Gubernur Nomor 1728 Tahun 2018 tentang Penetapan Lokasi untuk Pembangunan Jalur Mass Rapid Transit Koridor Bundaran HI—Kota menjadi landasan penetapan jalur dan stasiun di fase 2A.

Fase 2A terdiri dari tujuh stasiun bawah tanah (Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota) dengan total panjang jalur sekitar 5,8 kilometer.

Sedangkan Fase 2B terdiri dari dua stasiun bawah tanah (Mangga Dua dan Ancol) dan satu depo di Ancol Barat dengan total panjang jalur sekitar enam kilometer. Saat ini, Fase 2A baru saja dilakukan groundbreaking. Sementara fase 2B sedang dalam tahap studi kelayakan. (DDJP/df)