Koleksi museum, termasuk bangunan di dalamnya, butuh perawatan rutin. Itu harus dilakukan, bukan hanya untuk mempertahankan nilai sejarah, tetapi juga agar tetap menarik minat masyarakat untuk mengunjunginya.
Ibarat manusia, museum di Jakarta yang termasuk bangunan cagar budaya, membutuhkan perawatan ekstra. Jika manusia harus mandi, berolahraga, dan merawat tubuh ke salon kecantikan, museum juga sama.
“Perawatannya itu disebut fumigasi,” ujar Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Indrawati Dewi pada Selasa (21/5/2024).
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Indrawati Dewi. (dok.DDJP)
Fumigasi bukan hanya sekedar cara merawat museum agar menarik pegunjung. Melainkan juga sebagai bentuk apresiasi dari peninggalan sejarah yang dimiliki. Dengan fumigasi, museum lebih segar.
“Fumigasi bukan hanya sebagai upaya agar semakin banyak memikat pengunjung, melainkan juga bentuk apresiasi museum agar terjaga.Ada beberapa museum yang berlampu redup, berjalan gelap, sehingga masyarakat menganggap museum tersebut angker dan menyeramkan,” papar dia.
Di lain pihak, Ade Purnama, pendiri Komunitas Sahabat Museum secara terpisah mengemukakan, satu hal yang paling disoroti dari kondisi museum di Jakarta, yakni kebersihannya. Ia mencontohkan, kondisi toilet di sejumlah museum cukup memprihatinkan.
“Hal itu tentu sangat berpengaruh pada citra museum tersebut. Karena, citra museum dinilai secara keseluruhan,” kata Ade yang membentuk Komunitas Sahabat Museum sejak 2002 itu.
Sementara itu, Staf Bagian Koleksi dan Reparasi Museum Sejarah Jakarta Khasirun yang ditemui secara terpisah mengatakan, kondisi bangunan museum yang tak jauh dari pantai utara Jakarta, membuat kadar air di dalam tanah di area berdirinya museum cukup tinggi.
Hal itu turut memicu tingkat kelembaban struktur bangunan museum sehingga berdampak pada rentannya perkembangan serangga dan rayap.
“Perawatan dengan fumigasi sangat berguna untuk mensterilkan museum dari ancaman serangga, rayap, hingga tikus yang merusak bangunan dan koleksi museum. Karena pertumbuhan insecs ini sangat cepat dan dalam waktu singkat bisa jadi jutaan insecs berkembang,” beber Khairun.
Di Museum Sejarah Jakarta, terdapat 24 ruangan yang sering di fumigasi. Di dalamnya, sejumlah koleksi turut disertakan. Seperti lemari, tempat tidur, meja dan kursi yang rentan digerogoti serangga dan rayap.
Untuk koleksi seperti lukisan yang dinilai rentan ikut terkena zat kimia. Pada pelaksanaan fumigasi, semuanya bisa dibungkus dengan menggunakan plastik khusus agar tidak merusak keasliannya. Museum Sejarah Jakarta difumigasi setiap empat tahun.
“Idealnya, fumigasi dilakukan setiap tahun. Karena, pertumbuhan bakteri dan rayap cepat sekali. Kalau dibiarkan, kerugiannya justru bisa lebih besar lagi. Karena, ini menyangkut cagar budaya dan barang bersejarah,” tutur dia.
Museum Joang 45 di Jl. Menteng Raya, Jakarta Pusat yang dibangun pada 1920, masih terbilang kokoh. Nuansa bangunan jadul khas Belanda itu tetap dipertahankan. Ini karena perawatan secara rutin.
“Apalagi lokasi museum Joang 45 berada tepat di pinggir Jl,Menteng Raya, Jakarta Puat yang setiap harinya dipenuhi kendaraan yang lalu lalang,” kata Unty Supardi, salah satu pemandu di Museum Joang 45 tersebut. (DDJP/stw)