Mohammad Hoesni Thamrin adalah mentor Ir.Soekarno, yang populer dengan panggilan Bung Karno, presiden pertama Republik Indonesia, yang memilih jalan politik kooperatif dengan Belanda.
Mohammad Hoesni Thamrin lalu mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi dan Partai Indonesia Raya (Parindra) yang bersikap kritis terhadap kolonial Belanda.
“Sebagai politisi, intelektual, dan tokoh Betawi terpandang, Mohammad Hoesni Thamrin sangat dihormati dan disegani. Terutama sikapnya yang vokal di Volksraad (DPR zaman kolonial Belanda). Antara lain, dia mencela Volksraaad mirip dengan ‘komedi omong’, yang kurang lebih mirip dengan DPR saat ini. ‘No action, talk only’. Minim kerja, banyak bicara,” ujar Budayawan Betawi Ridwan Saidi semasa hidup pada akhir April 2016 di Taman Ismail Marzuki.
Mohammad Hoesni Thamrin meninggal dunia pada tahun 1941 akibat demam mendadak yang sangat tinggi pada periode menjelang kolonialis Belanda tersingkir dari bumi Nusantara dengan masuknya penjajah Jepang ke Indonesia pada tahun 1942.
Banyak spekulasi yang muncul dipermukaan atas wafatnya Mohammad Hoesni Thamrin. Antara lain, Mohammad Hoesni Thamrin wafat karena dibunuh oleh Belanda setelah disuntik oleh seorang dokter suruhan polisi rahasia.
Misteri atau rahasia meninggalnya tokoh nasional dan tokoh Betawi yang disegani itu belum terungkap hingga saat ini.
Untuk mengenang perjuangan Mohammad Hoesni Thamrin, tambah Ridwan Saidi, selain dinobatkan sebagai pahlawan revolusi dan namanya diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Kota Jakarta.
Bahkan, pemerintah juga telah membangun patung M.H.Thamrin di depan Meseum MH Thamrin di Jalan Kenari II, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
Menurut sejarah, MH Thamrin lahir di Sawah Besar pada 16 Februari 1894. Ketika ayah kandungnya meninggal dunia dalam pelayaran menuju Inggris, ia diambil anak angkat oleh pamannya, Mohammad Thabrie Thamrin dan istrinya, Nurhana, yang saat itu menjabat sebagai wedana.
“Sejak kecil, ia aktif mengaji dan mengenyam pendidikan kolonial. MH Thamrin dikenal sebagai anak cerdas dan suka bergaul dengan masyarakat dari segala lapisan serta mempertahankan identitas kebetawiannya. Ia sempat bekerja di kantor Kepatihan Batavia dan KPM, lalu menjadi anggota Gementeraad (Dewan Kota) dan terakhir menjadi anggota Volksraad (DPR),” ungkap Zainuddin, ketua Bamus Betawi Zainuddin pada Rabu, 29 Februari 2024). (DDJP/stw/rul)