Memenuhi Janji Kemerdekaan

August 14, 2024 12:07 pm

Bangsa Indonesia sudah merdeka 79 tahun. Namun, nikmat kemerdekaan itu belum sepenuhnya bisa dinikmati 250 juta lebih warga Indonesia.

Kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan yang miskin, kesenjangan spesial antara Jawa dan luar Jawa, kemunculan gejala intoleransi, digoyangnya idelogi Pancasila, serta masih maraknya korupsi.

Bahkan sampai ke desa-desa, merupakan pekerjaan rumah sampai peringatan 100 tahun kemerdekaan 17 Agustus 2045.

“Kita memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang konsisten membangun infrastruktur yang akan dilanjutkan presiden terpilih masa bhakti 2024- 2029. Prabowo Subianto. Pembangunan itu nyata dan sebagian sudah dapat dinikmati. Namun, harus diakui. Dampak ekonomi pembangunan infrastruktur butuh waktu lama. Kondisi rakyat membutuhkan stimulus untuk meningkatkan daya beli. Rakyat membutuhkan harapan agar mereka bisa menikmati kemerdekaan yang baru dirasakan sebagian rakyat,” papar Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Achmad Yani.

Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Achmad Yani. (dok.DDJP)

Wakil rakyat dari Fraksi PKS itu lebih lanjut mengemukakan, mewujudkan ekonomi yang berkeadilan adalah tujuan kemerdekaan. Itu yang harus terus diperjuangkan.

Slogan Presiden Jokowi, kerja-kerja-dan kerja, perlu dilengkapi dengan kerja untuk membangun manusia Indonesia. Pembangunan kebangsaan sungguh tak kalah penting.

“Kita akan kembali mengingat bagaimana Proklamator Soekarno selalu bergulat dengan pemikiran besar tentang bangsa, seperti yang dicetuskan Ernest Hean dan Otto Bauer,” tutur Yani.

Sedangkan Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo mengatakan, seiring dengan peringatan Hari Kemerdekaan ke-79 tahun 2024, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

“Momentum kemerdekaan harus jadi ruang berefleksi mencari tetobisan agar Indonesia bisa terbang tinggi dan bergerak lebih cepat untuk memenuhi janji kemerdekaan,” tandas Rio.

Wakil rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan itu menambahkan, dalam merealisasikan visi negara merdeka, segenap elemen negara-bangsa dituntut mengemban misi negara sebagaimana tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.

Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo. (dok.DDJP)

Pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan, kesejahteraan umum. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Keempat, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kesulian sosial.

“Kalau kita cermati, keempat misi negara-bangsa tersebut merupakan perwujudan imperatif moral Pancasila. Misi ’melindungi’ merupakan imperatif moral. Ketuhanan, Kemanusiaan dan Persatuan. Bahwa setiap warga, apa pun latar belakang primodial dan di mana pun berada, wajib dilindungi hak hidupnya, hak miliknya, dan martabatnya. Baik hak sipil dan politik maupun hak ekonomi,sosial,dan budaya,” urai Rio.

Misi ‘menyejahterakan’, sambung Rio, merupakan imperatif moral. Keadilan Sosial. Terwujdnya keadilan dan kesejahteraan adalah bukti paling nyata idealitas Pancasila.

Jalan mencapai keadilan sosial menghendaki perwujudan negara kesejahteraan ala Indonesia yang tidak hanya mengandalkan peran negara secara luas, tetapi juga menghendaki partisipasi pelaku usaha dan masyarakat dalam mengembangkan kesejahteraan.

“Dengan kapasitas masing-masing, mereka harus bergotong-royong memajukan kesejahteraan umum, mengembangkan jaminan pelayanan sosial, melakukan pembangunan berkelanjutan untuk keadilan dan perdamaian dengan karakter kemandirian, sikap hormat, etos kerja dan ramah lingkungan,” papar dia.

Misi ’mencerdaskan’, merupakan imperatif moral sila Kerakyatan (demokrasi) dan Keadilan Sosial. Bahwa demokrasi Pancasila yang hendak dikembangkan, hendak merealisasikan cita permusyawaratan (deliberatif argumentatif) dan cita hikmat kebijaksanaan (kearifan konsensual).

Termasuk demokrasi yang impersial (inklusif), didedikasikan bagi banyak orang berorientasi jauh ke depan dan didasarkan pada azas rasionalitas. Semuanya itu menuntut prasyarat kecerdasan kewargaan.

“ Misi ‘melaksanakan ketertiban umum’ merupakan imperatif moral Kemanusiaan. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, mengandung visi kebangsaan yang humanis dengan komitmen besar menjalin persaudaraan dalam pergaulan dunia dan antarsesama anak negeri berlandaskan nilai-nilai keadilan dan keadaban yang memuliakan hak-hak asasi manusia,” beber Rio.

Perlu Jiwa Besar

Dikemukakan pula dalam membumikan prinsip ini, para pendiri bangsa telah mewariskan kemampuan untuk memadukan antara visi global dengan kearifan lokal. Antara kepentingan nasional dan kemanusiaan universal.

“Dalam visi dan misi negara sebagai cerminan kebebasan positif itu begitu jelas tergambar. Warisan terbaik bangsa ini bukanlah politik ketakutan (politics of fear), melainkan ‘politik harapan’ (politics of hope). Bahwa rumah kebahagiaan ini dibangun dengan penuh harapan merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur,” tambah Rio.

Ada begitu banyak masalah dihadapi bangsa ini. Nmun, dengan jiwa merdeka, kita hadapi dengan optimisme, mata tebuka. Usaha merealisasikan visi dan misi kemerdekaan perlu jiwa besar. Dengan semangat kebersamaan dalam perbedaan, kekuatan cinta mengatasi putus asa.

Seperti diingatkan kembali oleh Bung Karno, “Ingat, memproklamasikan bangsa adalah gampang, tetapi menyusun negara, mempertahankan negara buat selama-lamanya itu sukar. Hanya yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang saya sebutkan tadi, rakyat yang ulet, rakyat yang tidak bosenan, rakyat yang tabah, rakyat yang jantan, yang dspst bernegsrs kekal dan abadi. Siapa yang ingin memiliki mutiara, harus ulet menahan-nahan napas dan berani terjnn menyelami samudra yang sedalam-dalamnya”. (DDJP/stw/df)