Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta menyatakan akan berupaya memenuhi kebutuhan dan penyediaan sumber energi di Pulau Seribu dalam penyusunan Rancangan Perda (Raperda) tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan menyampaikan, upaya tersebut dilakukan sebagai upaya pemerataan lantaran ketimpangan antara kebutuhan energi dengan penyediaan energi di Kabupaten Kepulauan Seribu.
“RUED ini penting mengingat salah satu konsumen terbesar energi adalah DKI Jakarta, sementara dalam kenyataannya ada Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang masih kurang dalam konteks energi. Itu menjadi sangat penting, Pulau Seribu menjadi salah satu target sasaran dari RUED ini,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (3/7).
Pantas berharap dengan terbitnya payung hukum ini, maka pemerataan distribusi energi di Pulau Seribu ditargetkan rampung dalam empat tahun mendatang.
“Ini rencana energi tahun 2020 sampai 2050, kita harapkan sabagai bagian dari DKI Jakarta, kami berkeinginan Pulau Seribu tercapai paling tidak selambat-lambatnya 2027 sudah harus selesai dan merata,” ungkapnya.
Di lokasi yang sama, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta Hari Nugroho menyatakan siap untuk membangun energi baru terbarukan (EBT) di Pulau Seribu, terutama menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
“Ini yang dari dulu tidak ada solusi, Dinaskertrans ternyata punya peranan penting di Pulau Seribu, membangun pembangkit listrik di Pulau Seribu khususnya yang berbasis energi terbarukan,” tuturnya.
Tak hanya itu, nantinya Perda RUED juga akan memberikan kemudahan untuk usaha pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) dan Liquified Petroleum Gas (LPG) serta menyusun kebijakan harga energi yang berkeadilan di Kepulauan Seribu. Sehingga warga Pulau Seribu dapat menikmati bahan bakar dengan harga yang sama dengan Wilayah lainnya.
“Nah ini kalau kita bicara distribusi LPG, HET-nya (harga eceran tertinggi) status sama di Jakarta, tapi kalau di Pulau Seribu harus ada ongkos angkut dari pelabuhan sampai ke Dermaga, kemudian dari dermaga pakai gerobak sama becak sampai ke toko, HET ya sama tapi ongkos angkutnya beda. Nah nanti kita juga akan buat skema pengaturan harga energi,” tandasnya. (DDJP/gie)