Masifkan Budaya Betawi lewat Pariwisata

February 18, 2025 6:51 pm

Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Ismail mendorong Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) dan Dinas Kebudayaan (Disbud) berkolaborasi mempromosikan Budaya Betawi melalui sektor pariwisata.

Hingga kini, menurut Ismail, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI masih belum masif dalam mengenalkan Budaya Betawi kepada wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara.

Karena itu, perlu langkah optimistis agar Budaya Betawi dapat dikenal lagi di kancah internasional. “Sebenarnya Budaya Betawi punya potensi untuk dieskpos,” ujar Ismail di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (18/2).

Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Ismail. (dok.DDJP)

Ismail memandang, masih terdapat sisi yang masih lemah dalam sinergitas antara SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Contoh antara Disparekraf dan Dinas Kebudayaan.

Sebelumnya, Ismail pernah mengusulkan melalui rapat agar disediakan sebuah tempat di lobi hotel untuk mempromosikan Budaya Betawi.

Kebutuhan tersebut untuk menampilkan beragam seni pertunjukan Budaya Betawi, seperti lenong, topeng belantek, tanjidor, ondel-ondel, rebana biang, seni tari, ondel-ondel dan sebagainya.

Dengan begitu, terjadi sinergitas antara Disparekraf dan Disbud dalam mempromosikan Budaya Betawi kepada wisatawan lokal maupun mancanegara.

Hal itu sebagai implementasi yang diamanatkan dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 4/2015 tentang Pelestarian Budaya Betawi.

“Dinas pariwisata, katakanlah yang membuat regulasi terkait penempatannya di tiap-tiap destinasi wiasata,” tandas politisi PKS itu.

Ia menambahkan, Dinas Kebudayaan bisa menyalurkan sekian banyak Sanggar Betawi dengan berbagai jenis ragam kesenian untuk mengisi ruang-ruang tersebut.

Selain itu, Ismail juga menyarankan agar Pemprov DKI mengenalkan Budaya Betawi melalui penjualan cinderamata dan kuliner khas Betawi.

Cinderamata yang dimaksud seperti baju dengan ikon Betawi, gantungan ondel-ondel, atau lukisan bernuansa Betawi.

Lalu, raga kuliner seperti bir pletok, kerak telor, kue cucur, dan lainnya, bisa diperkenalkan atau dijual melalui stand di tempat wisata, hotel, dan perkantoran.

“Sampai sekarang di Jakarta masih sulit (cenderamata) didapat. Berbeda sekali dengan di Jogja. Hal ini juga PR yang harus diselesaikan,” pungkas dia. (apn/df)