Perjalanan Dinas adakah hal yang dinantikan bagi sebagian pekerja. Pasalnya, perjalanan dinas bisa menjadi momentum untuk rehat atau healing di sela-sela pekerjaan.
“Apalagi kalau lokasi dinas berlangsung di luar kota atau luar negeri yang eksotis dan belum pernah dikunjungi,” kata Mukarom saat rehat makan siang bersama rekan-rekan sekantornya.
“Selain itu, perjalanan dinas tentu akan memberikan nilai tambah secara ekonomi bagi pekerja,” nyeletuk Usman.
“Kamu kok bisa ngomong begitu. Apa pasal ?” tanya Mukarom.
“Ya, karena mendapatkan honor untuk bekerja di luar kota atau ke luar negeri. Di mana, para pekerja bisa mendapatkan beberapa keuntungan,” jawab Usman.
“Misalnya?“ Idris ikut nimbrung.
“Kamu belagak bego atau ngetes gua?” tanya Usman.
“Lho, memang aku kan belum pernah melakukan perjalanan dinas. Wajar dong, bertanya. Biar nggak gagap saat dapat job nanti,” jawab Idris.
“Okelah kalau begitu. Pertama, dari sisi pengeluaran. Karena untuk perjalanan ditanggung kantor. Kedua, dari sisi pemasukan. Mendapatkan uang saku,” ujar Mukarom,
“Ya. Sayangnya, ada saja orang berpola pikir koruptif yang memanfaatkan momentum tersebut untuk memperkaya diri sendiri. Nilai rupiahnya mungkin tidak terlalu bombastis. Tetapi bisa dilakukan berulang kali,”nyeletuk Ibrahim.
“Bagi aparat sipil negara alias ASN, besar atau kecilnya jumlah biaya perjalanan dinas yang diakal-akali, tetap saja disebut korupsi. Dan itu tetap sebagai penyakit yang bila didiamkan akan menjadi pembenaran,” kata Mukarom.
“Bukan ASN, bukan karyawan swasta atau karyawan pabrik. Di antara kita juga ada yang memanfaatkan kesempatan seperti itu,” celetuk Idris.
“Siapa saja contohnya?” tanya Mukarom.
“Nggak merasa. Nggak ingat. Lha jatah saya dan jatahnya Idris kamu sikat. Teganya……..teganya dikau !” kata Ibrahim sambil ngeloyor pergi. (DDJP/stw)