‘Maaf Jangan Tunggu Lebaran’

April 17, 2024 1:18 pm

Ucapan meminta dan memberi maaf atau saling memaafkan masih memenuhi ruang publik. Tidak cukup menulis pesan, jabat tangan pun dilakukan dengan menggelar halalbihalal.

Budaya saling memaafkan itu patut kita pelihara. Sebab mengajarkan banyak hal. Di antaranya sikap rendah hati.

Karena itu, saling memaafkan hendaknya tidak sebatas formalitas, atau tidak hanya pada hari lebaran saja.

“Maaf hendaknya dilakukan kapan saja dan kepada siapa saja,” kata Komeng mengawali obrolan bersama rekan-rekannya di gardu ronda kantor RW 03 Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur.

“Setuju. Maaf tidak boleh pilih-pilih. Jangan karena statusnya lebih tinggi, buru-buru minta maaf. Giliran sama teman sendiri, nggak pernah minta maaf. Baru minta maaf kalau dipaksa-paksa,” menimpali Kasrun.

“Sesama teman nggak usah nyindir, Kalian barusan saling bersalam-salaman kan?” kata Oman yang sehari-harinya jualan cilok dan rajin sholat di masjid.

“Dengerin tuh kiai Oman,” celetuk Damanhuri.

“Setuju. Begitu menyadari melakukan kesalahan, segeralah memita maaf. Jangan nunggu hari lebaran. Masya salahnya sekarang, minta maafnya nunggu lebaran tahun depan,” kata Komeng.

“Yang lebih penting lagi, maaf itu tidak sebatas formalitas, tanpa adanya realitas untuk melakukan perbaikan,” kata Syaiful.

“Iyaaaa, Ada juga teman kita yang menjadikan kata maaf sebagai senjata. Setiap salah minta maaf. Salah lagi,minta maaf lagi. Jadi,bolak-balik minta maaf Cuma, kesalahannya itu-itu saja. Gimana menurut kalian?” kata Juman.

“Meminta maafnya baik.Tidak baiknya, tanpa dibarengi degan upaya memperbaiki diri,” kata Komeng.

“Terus, apakah permitaan maafnya kita terima?” tanya Syaiful.

“Harus diterima apapun alasannya. Kita tidak boleh menolak permintaan maaf seseorang. Dengan memberi maaf, berarti melupakan setiap kesalahan yang diperbuat orang lain,” ujar Komeng.

“Akan lebih baik lagi kalau lebih dulu memberi maaf sebelum orang lain meminta maaf,” kata Damanhuri.

“Itu cocok diterapkan para elite politik yang sebelumnya berseteru dalam pemilu, sehingga suasana pasca pemilu semakin kondusif,” kata Syaiful.

“Bukan hanya elite politik, tetapi hendakya juga dilakukan para simpatisannya. Jangan sampai yang di atas sudah saling berkunjung di hari lebaran, sudah ngopi bareng, yang di bawahnya masih bertengkar,” jawab Komeng.

“Iya deh. Sasaran lu mengena banget. Nusuk di ulu hati. Ente nyindir gue kan ? Maafin ane deh. Sale-sale kate, maafin ane. Aye janji, kagak ingin ngulangin lagi,” kata Dulkemit sambil menyalami semua orang yang hadir di gardu ronda tersebut dengan air mata berderai.

Dia sadar-sesadarnya, berseteru dengan rekan-rekannya sejak pelaksanaan Pemilu 2024 gara-gara perbedaan pencalonan capres dan cawapres. (DDJP/stw)