Legislator Soroti Fenomena Kenaikan IPL Apartemen

August 19, 2025 10:23 am

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bun Joi Phiau menyoroti fenomena kenaikan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) apartemen secara sepihak oleh pengelola.

Tren itu telah menimbulkan banyak keluhan dari para penghuni berbagai apartemen di ibukota. Situasi tersebut mengindikasikan terdapat praktik yang kurang transparan dalam pengelolaan hunian vertikal.

Menurut Bun, laporan yang diterima menunjukkan, kenaikan IPL seringkali tidak disertai dengan penjelasan memadai kepada penghuni.

Akibatnya, transparansi dan akuntabilitas dalam penetapan biaya menjadi dipertanyakan. Hal itu berpotensi memicu ketidakpuasan dan konflik berkepanjangan antara kedua belah pihak.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bun Joi Phiau. (dok.DDJP)

Konflik berpotensi semakin meruncing. Ketika penolakan pembayaran IPL yang dinaikkan sepihak berujung pada pemutusan akses dasar, seperti air dan listrik.

Kondisi tersebut sangat merugikan penghuni. Karena itu, butuh perhatian serius dari pihak berwenang. Pemprov DKI Jakarta didorong segera bertindak tegas.

Potensi Konflik

Kenaikan IPL secara sepihak oleh pengelola apartemen seringkali tidak dijelaskan secara rinci kepada penghuni.

Padahal, biaya tersebut mencakup penyediaan kebutuhan dasar. Seperti air dan listrik bagi seluruh unit. Minimnya komunikasi dan transparansi, pemicu utama ketidakpuasan.

Dalam banyak kasus, penolakan pembayaran IPL yang dianggap tidak wajar oleh penghuni berujung pada tindakan pemutusan akses air dan listrik.

Langkah itu diambil oleh pengelola sebagai bentuk paksaan. Pada akhirnya, memperburuk hubungan. Akibatnya, tercita konflik yang merugikan kedua belah pihak.

Pengelola yang bertanggung jawab atas kenaikan IPL umumnya merupakan entitas yang dibentuk oleh pihak pengembang.

Belum terbentuknya Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) menjadi celah. Memungkinkan keputusan sepihak tanpa melibatkan partisipasi penghuni secara langsung.

Peran Penting P3SRS

P3SRS dinilai menjadi solusi fundamental mengatasi konflik IPL sepihak.

Keberadaannya sebagai badan pengelola yang dibentuk oleh dan dari kalangan penghuni sendiri. Keputusan pengelolaan dan biaya ditentukan secara kolektif.

Menurut Peraturan Menteri Perumahan (PMP) dan Kawasan Permukiman Nomor 4 Tahun 2025 Pasal 58 ayat (3), pengembang wajib memfasilitasi pembentukan P3SRS.

Batas waktu yang ditetapkan adalah maksimal satu tahun setelah penyerahan pertama unit rumah susun kepada pemilik. Aturan itu bertujuan memastikan transisi pengelolaan yang adil.

Anggota DPRD Bun Joi Phiau mendesak Pemprov DKI Jakarta menegakkan aturan itu secara tegas. Sangat krusial agar pengembang memenuhi kewajiban mereka.

Terutama dalam memfasilitasi pembentukan P3SRS tepat waktu. Hal ini akan mengurangi potensi konflik di kemudian hari.

Dengan pengelolaan yang diserahkan kepada penghuni melalui PPPSRS, penentuan IPL dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan riil dan kesepakatan bersama.

Penghuni dinilai lebih memahami kebutuhan operasional apartemen mereka. Ini akan menciptakan lingkungan hunian yang lebih harmonis dan transparan.

Skala masalah itu cukup signifikan. Mengingat, jumlah unit apartemen di Jakarta yang terus bertambah.

Laporan Konsultan Properti Colliers per kuartal I 2025 mencatat, total unit apartemen mencapai 230.755 unit. Angka ini meningkat 0,3 persen dari kuartal sebelumnya.

Data Real Estate Asia juga menunjukkan total pasokan unit sekitar 230.047 unit pada 2024. Sementara itu, hingga Juli 2025, tercatat 2.534 gedung apartemen di Jakarta menunjukkan potensi konflik yang meluas. (red)