Lanjutkan Penanganan Tengkes

July 8, 2024 12:05 pm

Salah satu tantangan yang harus dihadapi disisa pemerintahan Presiden Joko Widodo-KH Maruf Amin adalah stunting atau tengkes/tubuh pendek. Mengapa ? Karena stunting/tengkes merupakan prediktor rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dampaknya menimbulkan risiko penurunan kemampuan produktif suatu negara.

Masalah sebenarnya bukan pada tubuh yang pendek. Tetapi, jika seseorang terkena stunting atau tengkes, proses lain di dalam tubuh akan terhambat. Termasuk pertumbuhan otak yang berdampak pada kecerdasan.

“Ini yang mengkhawatirkan, Dan, Indonesia, termasuk DKI Jakarta tentunya, pada tahun 2018 merupakan negara nomor lima dengan angka stunting (kerdil) tertinggi di dunia. Lebih kurang sebanyak 9 juta anak balita Indonesia (37%) mengalami stunting. Jumlah itu diprediksi mengalami kenaikan hingga tahun 2024 ini. Karena itu, penanganan tengkes atau stunting harus dilanjutkan. Bahkan perlu digelorakan,” papar Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak, Rabu (3/7/2024).

Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak. (dok.DDJP)

Dengan jumlah tersebut, imbuh wakil rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan itu, Indonesia adalah penyumbang angka stunting kelima di dunia. Jumlah anak balita seluruh dunia yang stunting mencapai 150-an juta lebih.

Berkenaan dengan peringatan Hari Keluarga Nasional ke-31 pada 1 Juli 2024, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, Minggu (30/6/2024) menyebutkan, setidaknya satu dari lima anak di Indonesia mengalami tengkes (stunting).

Karena itu, upaya mengatasi tengkes perku dilanjutkan dan ditingatkan. Ternasuk mencegah agar tidak ada lagi kasus baru di masa depan.

“Karena itu, penanganan tengkes perlu dituntaskan, mengingat dampak langsungnya pada sumberdaya manusia (SDM). Pada peringatan Hari Keluarga Nasional ke-31 di Semarang, Jawa Tengah, kepala BKKBN menyebutkan, kondisi tengkes sangat berpengaruh pada kemampuan intelektual seseorang,” imbuh Gilbert.

Karena itu, jika kemampuan intelektual rendah, tambah Gilert Simanjuntak, tingkat keterampilan pekerjaan yang dimiliki juga akan rendah. Akibatnya, seseorang tersebut tidak bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas bagi sebuah bangsa.

Mengutip data World Population Review tahun 2022, tingkat kecerdasan rata-rata penduduk Indonesia adalah 78,49. Dengan tingkat kecerdasan itu, Indonesia menempati peringkat ke-130 di dunia.

Selain itu, data Forum Ekonomi Dunia (WEF) memperlihatkan, tingkat pekerja berketerampilan tinggi di Indonesia masih sangat rendah. Demikian pula tingkat penempatan pekerja berketerampilan tinggi. Indonesia berada di peringkat ketiga terbawah dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara dengan skor 9,9.

Nilai Indonesia ini sangat jauh dibandingkan dengan Singapura yang menempati urutan pertama dengan skor 56,2. Bahkan skor Indonesia di bawah Brunei Darussalam yang memiliki skor 40,8. Malaysia 25,5, Myanmar 21,2 dan Vietnam 10,8,” urai dia.

Perlu Gerak Cepat Memperbaiki SDM

Secara terpisah, Anggota Komisi E dari Fraksi Partai Gerindra Dian Pratama mengemukakan, jika SDM high skill rendah dan lebih didominasi dengan SDM medium skill. SDM hanya akan menjadi tenaga-tenaga kasar saja.

“Jadi, kita harus bergegas memperbaiki angka tersebut. Semua ini sangat berhubungan dengan stunting. Oleh karena itu, penurunan stunting atau tengkes harus dipercepat dan semua tim harus bergerak dengan baik,” papar dia.

Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Dian Pratama. (dok.DDJP)

Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan, prevalensi tengkes di Indonesia masih 21,5 persen. Dibandingkan dengan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, jumlah itu hanya turun 0,1 persen.

”Dari data SKI 2023, tercatat 12 provinsi justru mengalami kenaikan prevalensi tengkes. Antara lain, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Nusa Tenggara Timur,” urai Dian.

Menanggapi hasil SKI tersebut, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyampaikan, validasi dan verifikasi tengkes masih harus dilakukan antara data SKI dan data- Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (PPGBM).

“Pemerintah telah menggalakkan intervesi serentak pencegahan stunting di seluruh Indonesia pada Juni 2024. Salah satu intervesi yang dijalankan adalah melakukan penimbangan dan pengukuran kepada seluruh anak yang dicatat dalam aplikasi E-PPGBM. Penimbangan dan pendataan tersebut sudah mencapai 92,29 persen dari seluruh Indonesia. Dengan data tersebut, hasilnya seharusnya bisa lebih riil. Karena yang diukur by name by address. Alat ukurnya juga baru dan terstandar. Verifikasi dan validasi masih harus dilakukan. Namun, hampir dipastikan, angka tengkes jauh di bawah 20 persen,” urai Hasto Wardoyo.

“Hal serupa juga disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi. Beliau juga menegaskan, prevalensi tengkes yang ditargetkan mencapai 14 persen pada 2024, dinilai sangat ambisius. Namun, ia tetap optimistis bahwa angka tengkes saat ini sudah bisa mencapai di bawah 20 persen sesuai dengan ketentuan dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs),” papar dr. Dian Pratama. (DDJP/stw/df)