Sekretariat DPRD (Setwan) Provinsi DKI Jakarta hari ini menerima kunjungan kerja (Kunker) dari empat daerah. Masing-masing Kabupaten Garut Jawa Barat, Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Timur serta Kota Tarakan Kalimantan Selatan, Kamis (16/1).
Sekretaris Komisi I DPRD Tarakan Dino Andrian mengatakan, salah satu tujuan kunker tersebut dilakukan untuk mengkonsultasikan penyusunan aturan tentang kepariwisataan yang didalamnya mengatur mengenai mekanisme perizinan hiburan malam. Pasalnya, sejauh ini di Kota Tarakan perizinan usahan tersebut hanya diatur dalam peraturan Walikota (Perwali).
“Soal tempat hiburan malam itu kan sekarang menjadi isu yang konseptual, apalagi dalam beberapa bulan lagi kita menghadapi bulan suci Ramadhan, biasanya pada momen-momen tersebut asistensi dari tempat hiburan malam itu menjadi isu-isu yang akan kita perbincangkan. Di Kota Tarakan sendiri regulasi itu belum dipayungi Peraturan Daerah (Perda) seperdi di DKI,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta.
Dalam kesempatan itu, Dino menyampaikan, aturan mengenai kepariwisataan dengan Perwali di Kota Tarakan akan ditingkatkan legalitasnya melalui Perda.
“Karena hak legislasi yang kita miliki itu turunan dari hak perda inisiatif, itulah barangkali ketika teman-teman DPRD Tarakan kembali ke Tarakan, kita akan diskusikan ke Komisi I lalu kita teruskan ke Bapemperda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah),” terangnya.
Di lokasi yang sama, Kepala Bagian Perundang-Undangan dan Hubungan Masyarakat Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta, Purwana Ansyori menjelaskan, hingga saat ini mekanisme perizinan tempat hiburan malam di Jakarta diatur melalui Perda Nomor 6 Tahun 2015 tentang Kepariwisataan. Meski demikian, ada sejumlah klausul mengenai perizinan, jam operasional, hingga sanksi hukum atas pelanggaran yang ditajamkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub0 Nomor 18 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata.
Dengan demikian, Purwana menyarankan DPRD Kota Tarakan untuk memperkuat aturan jam operasional tempat hiburan malam melalui jalur perda inisiatif DPRD. Terlebih, ada potensi retribusi daerah yang akan dihasilkan sehingga memerlukan perda khusus retribusi disamping perda yang memuat aturan tempat hiburan malam.
“Karena kalau ada perda inisiatif mereka (pengusaha hiburan malam) akan diikat, kalau disini (DKI Jakarta) kan tidak ada pemilikan lain selain milik Pemprov, tanah semua itu artinya kawasan Pemprov. Kalau mereka (Tarakan) ada kawasan yang katanya tidak bisa dimasuki oleh wilayah setempat, maka dibuat saja perda, lalu diundang dan dibuat pasal-pasalnya,” tandas Purwana. (DDJP/alw/oki)