Konsultasikan Pemberian Hak Protokoler, DPRD Batam Kunjungi DPRD DKI

October 9, 2019 8:04 pm

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) melaksanakan kunjungan kerja ke DPRD Provinsi DKI Jakarta, Rabu (9/10).

Anggota DPRD Kota Batam Muhammad Jeffry Simanjuntak mengatakan, salah satu tujuan Kunker dilakukan untuk mengkonsultasikan mekanisme pendanaan hak protokoler yang melekat bagi pimpinan dan anggota yang dilaksanakan di DPRD DKI. Pasalnya, alokasi pendanaan hak protokoler yang berjalan di DPRD Kota Batam masih mengacu terhadap wilayah Kota Tanjung Pinang. Dengan demikian, menurutnya perlu didiskusikan bersama DPRD DKI.

“Kebetulan kota Batam itu income-nya tertinggi di wilayah provinsi Kepri (Kepulauan Riau), dari 7 kabupaten kota yang ada. Batam juga masuk kota terpadat yaitu 1,7 juta jiwa dengan tingkat inflasi 4 sampai 5 persen. Dengan kondisi seperti itu, kami menganggap bahwasanya hak-hak protokoler kami harusnya dapat dihitung sesuai dengan pertumbuhan wilayah kota Batam, bukan bergantung dengan wilayah Tanjung Pinang,” ujar Jeffry di gedung DPRD DKI.

Sementara itu, Kepala Subbagian Tata Usaha Keuangan Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta Ahmad Yuliadi menjelaskan, pemberian hak protokoler bagi pimpinan dan anggota DPRD sudah diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD. Dimana, proyeksi pendanaan sejumlah hak yang melekat kepada anggota DPRD tingkat II seperti Kabupaten atau Kota tidak boleh melebihi alokasi rancangan DPRD Provinsi.

“Tapi berdasarkan penilaian mereka, harga sewa disana (Batam) itu lebih mahal dibanding di Provinsinya (Tanjung Pinang),” katanya.

Menurut Yuliadi, DPRD Batam perlu mencermati kembali substansi yang termaktub dalam beleid pasal 15 PP Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD. Berdasarkan aturan tersebut, setidaknya ada kewenangan dan fleksibiltas yang diberikan negara kepada pimpinan dan anggota DPRD sebagai bagian dari penyelenggaran pemerintah daerah. 

“Jadi untuk tunjangan perumahan itu sendiri, klausul itu menyebutkan apabila tidak bisa memberikan rumah dinas atau rumah negara kepada anggota dewan yang bersangkutan, maka diberikan tunjangan perumahan. Seperti DKI Jakarta dari 5 pimpinan hanya ketua dewan, berarti dari 106 yang memiliki rumah dinas hanya 1 orang, berarti 105-nya mendapat tunjangan perumahan,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)