Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta menggelar rapat kerja untuk memediasi perkara pembangunan Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) yang tidak disetujui warga RW 01, Kelurahan Tebet, Jakarta Selatan.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Taufiqurrahman mengatakan, warga pada rencana pembangunan RSIA Brawijaya merasa dirugikan karena dilakukan tanpa musyawarah. Sementara, dalam tahap awal pembangunan warga mulai terdampak dengan tebaran debu akibat pembongkaran kompleks rumah dinas karyawan PT Kimia Farma sebagai lokasi pembangunan.
Meski demikian, Taufiqurrahman mengingatkan agar sejumlah pihak yang terkait pembangunan maupun yang menolak agar menjunjung azas musyawarah. Menurutnya, akan lebih baik bila tidak ada pihak yang dirugikan dalam pembangunan RSIA tersebut.
“Harus diperbaiki komunikasinya supaya win-win solution. Saya yakin setiap masalah ada jalan keluarnya, terpenting semua pihak ada niat baik untuk berkomunikasi,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (4/3).
Ketua Forum Warga Tebet Toni Tri Yulianto menyampaikan keluhan pihaknya dirugikan atas pembangunan RSIA Brawijaya diatas lahan seluas 4.300 meter persegi Kompleks Rumah Dinas Karyawan PT. Kimia Farma yang beralamat di Jalan Dr. Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan.
Pada awal 2019 akan dibangun RSIA Brawijaya dengan 8 lantai yang pembangunannya merupakan hasil kerjasama PT. Kimia Farma (Persero) sebagai pemilik lahan dan PT. Brawijaya sebagai pengelola RSIA dengan bentuk kejasama secara Built Ontransfer (BoT) sejak tahun 2016 dengan wilayah terdampak RT 001, RT 002 dan RT 003 RW 01 Kelurahan Tebet Barat dan RT 001 Manggarai Selatan.
“Saat ini proses pembangunan sudah akan dimulai dan kami mendapatkan informasi dalam beberapa hari kedepan tiang pancang sudah akan dipasang,” terang Toni.
Sementara, Direktur Pengembangan Bisnis PT. Kimia Farma (Persero) Pujianto mengatakan salah satu alasan lahan seluas 4.300 meter persegi itu dikomersialkan karena lahan tersebut secara sah milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berpotensi dioptimalkan sebagai rumah sakit. Pihaknya mengatakan bahwa persetujuan itu sudah mendapatkan studi kelayakan dari konsultan properti untuk memenuhi kebutuhan perawatan ibu dan anak.
“Karena lahan itu dikatakan konsultan properti kami cocok untuk rumah sakit ibu dan anak dan mitra kerja kami adalah Brawijaya ini,” kata Pujianto.
Dalam audiensi, Staf Teknis Suku Dinas (Sudin) Penananaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Fajar Aprianto menjelaskan bahwa dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) rencana pembangunan RSIA Brawijaya yang diterima pihaknya telah sesuai dengan aturan yang Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang RDTR dan Peraturan Zonasi.
“Jadi zonanya sudah diperbolehkan berdasarkan aturan untuk pembangunan terhadap rumah sakit,” kata Fajar.
Dalam UKL dan UPL yang dipersyaratkan bahwa pihaknya telah mengantongi persetujuan dari tetangga di sekitar wilayah terdampak pembangunan RSIA Brawijaya pada 8 Januari 2018 dan sudah diserahterimakan.
“Terkait persetujuan UKL dan UPL tetangga itu yang dilampirkan itu hanya kiri, kanan, depan dan belakang,” ungkapnya.
Berkaitan dengan keluhan warga, Fajar menyampaikan akan menunggu hasil mediasi lanjutan dengan menghadirkan warga secara langsung dan perwakilan dari PT. Brawijaya.
“Kita akan tunggu rapat mediasi berikutnya,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)