Komisi E DPRD DKI Jakarta menyoroti dianulirnya anggaran sebesar Rp220,8 miliar di Dinas Kesehatan (Dinkes) dalam APBD tahun 2023. Dikhawatirkan pemangkasan tersebut menurunkan kualitas layanan untuk masyarakat.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Merry Hotma mengatakan, anggaran tersebut sejatinya telah dibahas dan disetujui karena vitalnya pemenuhan layanan di 15 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik DKI Jakarta.
“Kita tau semua antrean pelayanan di RSUD ini lama. Fasilitas ini diadakan untuk meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (12/1).
Sementara itu, Anggota Komisi E DPRD DKI Basri Baco mengaku tidak pernah mengetahui pemangkasan anggaran tersebut. Selain itu, APBD DKI tahun 2023 hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak menganulir anggaran untuk 15 RSUD yang dimaksud.
“Kita jadi kaget kenapa sistem penganggarannya begini kok bisa seenaknya TAPD mendrop apa yang sudah disahkan di Banggar, diparipurnakan dan dikirim ke Kemendagri kemudian turun lagi dari Kemendagri, eksekutif revisi sendiri tanpa konsultasi dan berbicara dengan DPRD,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Michael Rolandi Cesnanta Brata menjelaskan, penghapusan anggaran tersebut telah sesuai dengan catatan dan evaluasi Kemendagri terkait usulan anggaran APBD DKI tahun 2023.
Dia menjelaskan, Kemendagri memberi dua catatan. Pertama, untuk penganggaran barang milik daerah harus didasarkan pada perencanaan kebutuhan barang milik daerah yang disusun dengan memperhatikan kebutuhan, tugas dan fungsi SKPD serta ketersediaan barang milik daerah yang ada. Catatan itu sebagai salah satu dasar bagi SKPD dalam pengusulan penyediaan barang untuk kebutuhan daerah.
Kedua, program kegiatan dan sub kegiatan yang belum tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tidak diperkenankan untuk dianggarkan dalam rancangan peraturan daerah Provinsi DKI Jakarta tentang APBD tahun 2023.
“Atas dua catatan ini, secara sistem bisa dipilah mana yang tidak melalui RKPD dan KUA-PPAS, lalu disanding keluarlah barang-barang ini. Jadi angkanya itu kita ambil otomatis dari sistem,” jelasnya. (DDJP/bad)