Komisi E Ingin Skema Afirmasi Usia di PPDB DKI Dikaji Ulang

June 11, 2020 5:31 pm

Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta mendorong Dinas Pendidikan (Disdik) mengkaji lagi penerimaan jalur afirmasi berdasarkan usia dalam mekanisme Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah negeri tahun ajaran 2020/2021.

Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Anggara Wicitra Sastroamidjojo mengatakan, kebijakan tersebut sejauh ini telah menimbulkan polemik di tengah masyarakat karena ada potensi penundaan masa masuk siswa yang belum cukup umur dalam menjalani kegiatan belajar di sekolah.

“Mereka (masyarakat) merasa itu tidak adil ketika anaknya yang secara umur sudah bisa sekolah, tapi karena ada kebijakan (jalur afirmatif usia) jadi harus menunggu lagi bahkan sampai setahun. Apalagi kita menghadapi PPDB ini ditengah kondisi Covid-19 yang pasti perlu banyak penyesuaian,” ujarnya pada rapat kerja bersama Dinas Pendidikan DKI, Kamis (11/6).

Berdasarkan hasil rapat, Komisi E lebih mendorong Disdik memprioritaskan penerapan kebijakan zonasi. Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai jauh lebih efektif dalam penyelenggaraan PPDB tahun-tahun sebelumnya kepada peserta didik tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) ataupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dibandingkan kebijakan afirmasi dengan sistem umur peserta didik. Seperti halnya, efisiensi jarak tempuh peserta didik menuju sekolah hingga mempermudah pengawasan dari orang tua murid.

“Kalau dari kami (Komisi E) melihat kebijakan (Zonasi) ini sangat menguntungkan, karena jarak tempuhnya para siswa tidak jauh kemudian orang tua bisa melakukan kontrol secara efektif,” terangnya.

Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi E DPRD DKI Basri Baco. Menurutnya, bahwa kebijakan sistem Zonasi sejauh ini telah berjalan efektif dalam menjaring peserta didik secara proporsional di seluruh wilayah, khususnya di tahun ajaran 2019/2020 yang sebelumnya mendapat kesan positif dari masyarakat.

Sehingga menurutnya, penerapan jalur afirmasi dengan sistem umur peserta didik seyogyanya perlu diperkuat dengan kajian yang lebih tepat mengingat ada peniadaan kegiatan Ujian Nasional (UN) serentak akibat pandemic Covid-19.

“Tahun 2019 kemarin, PPDB Jakarta itu banyak diakui orang karena rapih bagus dan tidak masalah, disitu dikedepankan zonasi. Hari ini kita tahu bahwa situasi pandemi (Covid-19) ini tidak ada UN, sehingga nilainya diambil dari lima semester dibagi rata. Yang jadi masalah sekarang, yang awalnya zonasi itu diutamakan sekarang seleksinya umur yang diutamakan dan kita dapat informasi dari orang tua dan murid dibawah, kalau itu dilakukan maka sangat merugikan siswa, sangat meruigikan masyarakat lainnya,” ujarnya.

Komisi E, lanjut Baco, mendorong Dinas Pendidikan DKI sebagai leading sector untuk mengedepankan prinsip keadilan dalam proses penyelenggaraan PPDB di seluruh Sekolah Dasar dan Menengah DKI Jakarta secara masif.

“Unsur keadilan harus kita utamakan, umur itu kan given dikasih tuhan yang tidak bisa kita tolak, tidak bisa kita rubah. Tapi kalau pintar atau tidaknya kan tergantung orangnya. Jangan sampai orang sudah 12 bulan berusaha supaya pintar untuk masuk di sekolah yang diharapkan dekeat rumahnya, tiba-tiba syaratnya dirubah ditengah jalan kan tidak adil, karena kalau syaratnya zonasi masih masuk akal,” ungkap Baco.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana mengatakan bahwa sistem Zonasi kepada para peserta didik akan tetap tersedia dalam PPDB DKI tahun ajaran 2020/2021 yang akan digelar pada Senin (15/6) pekan depan. Hanya saja, sistem tersebut kini kembali ditingkatkan dengan sistem seleksi akhir berdasarkan untuk lebih menjaring peserta didik secara objektif.

“PPDB kalau dilihat dari evaluasi, kenapa saat ini dengan usia, ada zonasi seperti tahun (2019) lalu. Kita sampaikan secara sistem semuanya sama dengan tahun lalu, anak siapapun selama tidak memenuhi persyaratan tidak masuk, yang kedua perubahannya jalur zonasi dari tahun lalu ke tahun sekarang adalah sistem seleksi akhir ketika daya tampung ini melebihi kuota,” terangnya.

Kebijakan tersebut, lanjut Nahdiana, telah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.

Dimana salah satu beleid menegaskan, usia menjadi alat ukur yang dipakai dalam proses seleksi PPDB di seluruh wilayah tanpa terkecuali. Sehingga pihaknya perlu mengikuti aturan tersebut setelah mendapat teguran dalam proses PPDB DKI tahun ajaran 2019/2020.

“Tahun lalu DKI Jakarta mendapat teguran karena masih menggunakan seleksi dari Ujian Nasional, karena semangatnya ingin menambah ruang bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, dengan kemampuan akademis rendah maka kami mengikuti kementerian dengan seleksi usia,” ungkapnya.

Meski demikian, pihaknya memastikan bahwa zonasi akan tetap diproritaskan kepada peserta didik sesuai domisili. Sedangkan, peserta didik diluar zonasi sekolah perlu menunggu hingga periode zonasi PPDB DKI usai dilakukan.

“Zonasi ini diberikan kepada anak-anak yang ingin sekolah dekat dengan rumah, jadi ini dulu masuk. Kalau anak diluar zonasi tidak bisa mendaftar di waktu zonasi,” tandas Nahdiana. (DDJP/alw/oki)