Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menambah kampung percontohan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Ibukota, seperti yang telah dilakukan di Sunter Jaya, Jakarta Utara.
“Kalau ada kegiatan-kegiatan yang berdampak kepada kesehatan masyarakat, saya kira bagus. Kampung percontohan ini harus ada di wilayah-wilayah lain,” ujar Syahrial, Ketua Komisi E di Gedung DPRD DKI, Senin (11/3).
Kampung percontohan KTR terletak di kawasan permukiman warga di RT 013 RW 001 Kelurahan Sunter Jaya, Jakarta Utara. Pengelolaan ini dilakukan secara mandiri oleh pengurus RT, RW bersama warga di 62 rumah sejak tahun 2014. Ketua RT 013 Kelurahan Sunter Jaya Jakarta Utara Sugimin mengatakan warganya telah sepakat melarang adanya asap rokok di wilayah tersebut demi kesehatan bersama.
Untuk mendukung kebijakan itu, warga memasang sejumlah spanduk di sudut-sudut permukiman untuk mensosialisasikan kebijakan tersebut hingga ruas gang pemukiman warga. Kebijakan tersebut diklaim telah menekan intensitas jumlah perokok yang ada di warga RT 013 RW 001 dengan jumlah 35 persen dari total warga yang jumlahnya mencapai sekitar 500 orang.
Disisi lain, DKI Jakarta menjadi satu-satunya daerah yang memiliki aturan mengenai rokok, khususnya asap rokok. Aturan tersebut tertuang dalam Perda DKI Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Kemudian ditekankan implementasinya melalui Pergub Nomor 88 Tahun 2010 tentang perubahan atas Pergub 75 Tahun 2005 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Selain itu Provinsi DKI Jakarta juga telah mengeluarkan Pergub 50 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan dan Penegakan Kawasan Tanpa Rokok. Aturan detil menjelaskan lebih rinci tentang KTR. Pemprov DKI Jakarta juga sudah memiliki Peraturan Gubernur (Pergub) dengan peraturan larangan penyelenggaraan reklame rokok dan produk tembakau pada media luar pada tahun 2015.
Syahrial berharap Dinas Kesehatan (Dinkes) sebagai leading sector pengawasan KTR di Ibukota tidak hanya sebatas menempatkan aturan dan larangan aktifitas merokok secara masif di ruang publik. Mengingat perubahan pola perilaku masyarakat untuk tidak merokok bukan perkara mudah untuk direalisasikan.
“Ya kalau bisa kegiatan merokok dihentikan, kalaupun tidak bisa ya tolong merokok di tempat-tempat yang sudah ditentukan dan diperbolehkan. Dari riset-riset yang ada, perokok pasiflah yang paling banyak terkena kanker daripada perokok aktif karena mereka (perokok pasif) ini terkena paparan asap dari perokok aktif,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)