Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta menyatakan akan mengusut tuntas indikasi politisasi dalam soal ujian sekolah. Karena peristiwa politisasi dan diskriminasi agama sering terjadi di sekolah di Jakarta, Komisi E DPRD menginginkan hal yang sama tak terulang di kemudian hari.
Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Iman Satria mengaku sengaja memanggil jajaran Dinas Pendidikan dalam rapat kerja hari ini, Selasa (15/12). Mengingat masalah yang terjadi sangat serius, ia menyatakan akan bekerja sama dengan Inspektorat DKI Jakarta untuk mengusut tuntas.
“Ini bukan pertama kali kejadian, pada saat zaman Pak Jokowi dan Ahok ada juga kalimat ini disebut (dalam soal ujian). Dikhawatirkan sudah menjadi modus, dan saya minta hal seperti ini jangan terjadi lagi,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi yang menyayangkan perilaku oknum yang terlibat dalam dua kasus itu. Pasalnya, kejadian tersebut telah mencederai asas kebhinekaan yang seharusnya tercermin oleh setiap para guru sebagai insan pencetak generasi bangsa.
“Dimana kebhinekaan, yang ada intoleran terus. Ini yang saya sayangkan,” ungkap Pras.
Sebelumnya, kasus diskriminasi di lingkungan pendidikan DKI Jakarta sempat terjadi pada Oktober 2020 lalu. Seorang guru berinisial TS mengajak siswanya untuk memilih ketua OSIS berdasarkan agama yang diyakini calon ketua OSIS. Sedangkan kasus guru yang membawa unsur politik elektoral terjadi pada 12 Desember 2020 yang membuat soal ujian sekolah menggunakan nama tokoh politik. Dalam soal tersebut dua nama tokoh politik yang digambarkan sebagai sosok yang berlawanan sehingga dinilai soal tersebut mendiskreditkan salah satu nama tokoh politik.
Anggota Komisi E DPRD DKI Rany Mauliany mengatakan, secara sadar atau tidak tindakan tersebut adalah perbuatan yang telah melanggar kode etik guru sebagai bagian terpenting dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bersama murid. Menurutnya, Disdik sebagai leading sektor pelaksana kegiatan pendidikan di Ibukota perlu memberikan sanksi yang tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam kasus tersebut.
“Karena kalau tidak ada efek jera besok-besok akan terjadi seperti ini lagi. Jadi mungkin perlu di screening lagi kebawah,” kata Rany saat rapat kerja Komisi E bersama Disdik di Gedung DPRD DKI.
Anggota Komisi E DPRD DKI Achmad Nawawi meminta Disdik agar mengoptimalkan peranan tim pencari fakta untuk menginvestigasi kedua persoalan tersebut hingga ke akar permasalahan. Seperti, dugaan diskriminasi yang dilakukan salah satu oknum guru SMA 58 Jakarta Timur.
“Karena tidak semua guru melakukan pelanggaran belum diperiksa tapi sudah divonis, sepertinya tidak bisa langsung seperti itu karena ASN ada bentuk kesalahan ringan sedang berat. Kita serahkan saja pada tim yang berwenang,” sambung Nawawi.
Kemudian, Anggota Komisi E DPRD DKI Oman Rohman Rakinda mengusulkan agar Disdik DKI dapat bersikap objektif dalam pemilihan kata redaksional yang digunakan selama proses pembuatan soal berlangsung mulai dari hulu hingga hilir.
“Jadi kita harus lihat manajemen dari supervisi pembuatan soal ini. Apalagi ada tim yang membuat supervisi, apalagi tadi dikatakan ada tim telaah satuan yang terdekat,” ungkap Oman.
Sedangkan, Anggota Komisi E DPRD DKI Wa Ode Herlina mengusulkan kepada Disdik DKI agar lebih teliti dalam merekrut tenaga pendidik yang berstatus sebagai Kontrak Kerja Individu (KKI) ataupun honorer sejenis. Termasuk, tim pembuat soal yang diduga berpotensi telah berpihak dalam menyatakan pandangan politiknya melalui dunia pendidikan.
“Harus diperiksa itu adakah yang terpapar intoleran atau tidak, kan pendidik sekolah. Karena tugasnya membentuk karakter bangsa Indonesia dari sekolah, kalau tidak teliti ini bisa berbahaya karena ini bisa menjadi embrio dari pembentukan disintegrasi bangsa untuk dua masalah itu (SMA 58 dan SMP 260),” sambung Wa Ode.
Dengan demikian, Anggota Komisi E DPRD DKI Sholikhah mendorong Disdik DKI agar terus melakukan monitoring terhadap kualitas dan kelayakan soal yang disajikan di seluruh sekolah dasar hingga menengah tanpa terkecuali. Tujuannya, agar rasa persatuan bangsa dapat terus terjaga sebagaimana mestinya.
“Jadi Dinas Pendidikan harus bertanggung jawab terhadap pembinaan guru dan kepala sekolah,” ucap Sholikhah.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana mengaku bahwa pihaknya telah bersikap responsif terhadap dugaan diskriminasi dalam pemilihan Ketua OSIS yang terjadi di SMA 58 Jakarta Timur.
“Untuk SMA 58, kami melakukan pemeriksaan terhadap Ibu Tini Suharyati melalui Kepala Sudin Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Timur. Sudah melakukan proses dan pemeriksaan, dan saat ini sudah dilakukan penjatuhan hukuman disiplin (ASN Pemprov DKI),” terangnya.
Sedangkan untuk SMP 250 Jakarta Selatan, lanjut Nahdiana, pihaknya juga telah melakukan pemeriksaan dengan membentuk tim khusus untuk pemeriksaan kelayakan dan kualitas redaksional. Termasuk, konten soal yang diujikan dalam ujian semester mandiri dengan mata pelajaran Agama Islam tersebut.
“Jadi ada prosedur pembuatan soal yang terlewat, ketika pembuatan soal akhir semester ada proses telaah yang dilakukan nomor demi nomor. Ini dilakukan telaah secara umum secara mata pelajaran sehingga ada yang terlewat dalam proses itu,” ungkapnya.
Meski demikian, pihaknya memastikan agar dua kejadian tersebut tidak akan terulang lagi kedepan. Salah satunya, dengan menggencarkan kembali pembinaan mental terhadap kepala sekolah hingga guru secara vertikal.
“Kami sudah melakukan perbaikan kedepan agar hal ini tidak terulang lagi. Karena itu kami telah melakukan pembinaan pada seluruh kepala sekolah (14 Desember 2020) dan akan dilakukan secara berkala agar proses pembelajaran lebih baik kedepannya,” tandas Nahdiana. (DDJP/alw/oki)