Komisi D Minta Pemberian Ruang PKL di Trotoar Kramat Raya Dikaji Ulang

January 15, 2020 6:11 pm

Komisi D DPRD Provinsi DKI Jakarta mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) meninjau ulang kebijakan memperbolehkan pedagang kaki lima (PKL) berjualan di trotoar Jalan Kramat Raya sampai Salemba Raya, Jakarta Pusat.

Anggota komisi D DPRD Provinsi DKI Jakarta Panji Virgianto menilai, sudah seharusnya trotoar di lokasi tersebut dikembalikan sesuai fungsinya. Apalagi, trotoar di Kramat hingga Salemba Raya merupakan hasil revitalisasi yang baru saja dilaksanakan Pemprov DKI Jakarta.

“Awal tujuan pelebaran trotoar untuk pejalan kaki, ya harus dikembalikan ke porsi awalnya. Apalagi waktu paparan revitalisasi trotoar, disebutkan tujuan utama untuk membuat nyaman pejalan kaki dan memindahkan pola berkendara masyarakat ke transportasi umum,” ujarnya, Rabu (15/1).

Panji mengkhawatirkan jika ada PKL yang berjualan di atas trotoar, akan membuat pejalan kaki merasa terganggu dan dapat merusak serta membuat kotor trotoar yang sudah menelan anggaran cukup besar yakni Rp75 miliar khusus di jalan Cikini dan Kramat sepanjang 10 kilometer. Sebagai tindaklanjut, ia menyatakan akan melaksanakan peninjauan ke lokasi bersama jajaran Komisi D DPRD DKI Jakarta dalam waktu dekat.

“Kami di Komisi akan evalusi dan pasti melakukan tindaklanjut tinjauan. Bukan tidak setuju dengan PKL, tapi dalam persoalan ini porsi tempatnya saja yang salah. Saya akan minta Walikota cari lahan kosong untuk penempatan PKL,” terangnya.

Hal senada juga diungkap oleh anggota Komisi D lainnya, Pantas Nainggolan. Ia berharap Pemkot mengembalikan fungsi trotoar semestinya dan memberikan tempat yang layak untuk untuk PKL berjualan.

“Itu tidak benar, harusnya trotoar hanya untuk pejalan kaki. Kami akan tindaklanjuti agar tidak ada PKL yang berjualan disana. Dan kami dorong Pemkot untuk carikan tempat yang baik dan nyaman untuk mereka,” tandas Pantas.

Fungsi trotoar untuk pejalan kaki telah diatur dalam Pasal 131 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009  tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dimana dalam beleid tersebut menyebutkan bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain.

Bahkan dalam Pasal 274 ayat 2 tertulis sanksi bagi setiap orang yang melakukan perbuatan atau mengakibatkan gangguan pada fungsi kelengkapan jalan, akan dipidana dengan penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp24 juta.

Kemudian pada Pasal 275 ayat 1 juga diterangkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan atau mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki dan alat pengaman pengguna jalan, dapat dipidana dengan kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu.

Tak hanya itu, adapula peraturan lain mengenai trotoar yakni Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan. Berdasarkan Pasal 34 ayat 4 disebutkan bahwa trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. (DDJP/gie/oki)