Komisi C DPRD Provinsi DKI Jakarta menampung permohonan keringanan pajak yang disampaikan sejumlah asosiasi pengusaha. Relaksasi pajak ini dinilai perlu demi terus berlangsungnya pemasukan daerah di tengah pandemi corona (COVID-19).
Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Rasyidi mengatakan, setidaknya ada sejumlah perkumpulan pengusaha telah mengusulkan relaksasi pajak. Seperti Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DKI Jakarta, Pehimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, dan Serikat Pengusaha Reklame DKI Jakarta.
Menurutnya, pemberian relaksasi pajak kepada sektor perusahaan yang terdampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) perlu dipertimbangkan demi terus berlangsungnya perputaran ekonomi di Jakarta yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD).
“Kalau misalnya mereka tidak membayar, pemasukan (PAD) kita apa? Apakah DKI Jakarta bisa akan hidup, karena tidak ada pendapatan karena kita dapatnya dari pajak. Kalau misalnya mereka minta penundaan bulan ini ya masih bisa kita perjuangkan, artinya tidak mungkin kalau misalnya tidak bayar sama sekali. Namun demikian, kita tampung hal ini kalau inilah kondisi seperti saat ini,” ujar Rasyidi di Gedung DPRD DKI, Senin (18/5).
Ia memastikan, Komisi C DPRD DKI Jakarta akan mengkompilasi seluruh usulan yang datang dari pengusaha yang berjalan di DKI Jakarta untuk disampaikan langsung kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi DKI Jakarta dalam yang rencana akan digelar Selasa (19/5) esok hari. Dimana menurutnya, pendapat dari sejumlah pengusaha sangat dibutuhkan sebelum menentukan besaran pagu indikatif terhadap proyeksi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI di tahun 2021.
“Makanya besok (Selasa) kita akan rapat pagu indikatif, berapa besaran pendapatan kita dan berapa besaran PAD (2021) yang akan kita dapatkan. Dengan masukan-masukan hari ini, kita berikan kepada Pemerintah Daerah (Pemprov DKI), akan kita sampaikan dan kita bahas bagaimana masalah (Covid-19) ini sangat berpengaruh terhadap dunia usaha,” ungkap Rasyidi.
Sementara itu, Ketua Serikat Pengusaha Reklame Jakarta Didi Oerif Affandi menyampaikan, secara langsung kebijakan PSBB di seluruh wilayah DKI Jakarta telah berdampak terhadap pertumbuhan industri Reklame yang sudah meredup sejak Februari 2020.
“Situasi kondisi kita sejak Februari (2020) berdampak buruk sekali, karena seperti diketahui di awal-awal tahun program promosi serta kontrak penanyangan reklame baru ditandatangani dan ditayangkan. Namun karena ada wabah covid-19, hampir seluruh kontrak-kontrak baru ditunda atau dibatalkan sampai wabah mereda, dan media-media reklame saat ini juga diundur sampai dengan situasi normal kembali,” terangnya.
Atas dasar itulah, pihaknya berharap agar DPRD bisa menindaklanjuti sejumlah usulan kepada Pemprov DKI guna menjaga keberlangsungan industri reklame sebagai wadah promosi yang efektif di ibukota. Salah satunya, dengan merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 148 Tahun 2017 tentang petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan reklame. Dimana, pihaknya menilai beleid aturan tersebut menyulitkan pengusaha dalam menentukan batas teknis reklame di media lahan bangunan.
“Akibatnya dari 2018 hingga 2019 sudah banyak perusahan reklame yang melakukan PHK dan sudah banyak yang tutup baik usaha reklame kecil dan menengah, sekarang malah perusahaan besar yang masih hidup,” terangnya.
Dengan demikian, pihaknya telah mengusulkan agar Pemprov DKI Jakarta kembali merasionalisasi nilai pajak reklame sebesar 50 persen hingga pemberlakuan izin sementara bagi pengusaha reklame untuk beroperasi ditengah masa PSBB.
“Kami minta kepada pemerintah (DKI) melalui DPRD untuk mempertahankan eksistensi industri reklame yang mana cukup banyak tenaga-tenaga kerja yang terserap. Kita ingin adanya semacam intensif pajak reklame berupa pengurangan diskon, kalau bisa sampai 50 persen dan bangunan reklame yang izinnya sekarang tertunda karena abu-abunya peraturan bisa diberikan izin sementara,”ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Krisnadi. Menurutnya, kebijakan PSBB di seluruh wilayah DKI Jakarta tahap kedua yang akan berakhir pada Jumat (22/5) pekan ini seyogyanya perlu menjadi perhatian DPRD bersama Pemprov DKI agar segera memberikan kebijakan relaksasi berupa penundaan terhadap dua jenis pajak restoran dan hotel sebesar 10 persen.
“Jadi kami harap ada relaksasi yang berkenaan langsung dengan Pemerintah Daerah (Pemprov) DKI, salah satunya penundaan pajak hotel dan resto yang angkanya 10 persen meski sekarang tidak terlalu terasa lagi karena kita punya okupansi rendah, income kita juga rendah dan 10 persen dari situ juga rendah,” ujarnya.
Dengan demikian, ia berharap agar Pemprov DKI Jakarta bisa menggandeng seluruh elemen pengusaha agar kembali menggencarkan wadah promosi jika tren bisnis dan wisata kembali menggeliat di Ibukota.
“Kita harus bersama-sama mengembalikan kota Jakarta sebagai kota bisnis dan juga wisata. Karena kita tidak bisa sendirian, dukungan dari Pemda juga kita perlukan agar promosi (pasca pandemi corona) bisa tepat sasaran,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)