Komisi C DPRD Provinsi DKI Jakarta meminta Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) DKI Jakarta mengoptimalkan kinerjanya di tahun 2022 pada rapat evaluasi penggunaan APBD tahun 2021 bersama Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).
Upaya tersebut perlu dilakukan untuk menggenjot penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2022. Sebab sepanjang tahun 2021 BPPBJ hanya berhasil merealisasikan penyerapan belanja modal 78,28% atau Rp6,8 triliun dari Rp8,7 triliun.
Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Rasyidi mengatakan, salah satu penyebab rendahnya penyerapan belanja modal dikarenakan keterlambatan BPPBJ memulai tender atau lelang pengadaan lahan. Sehingga penyerapan belanja modal tanah hanya terealisasi 77,86%.
“Banyak yang tidak terserap itu pembelian tanah, karena keterlambatan lelang di SKPD. Oleh karena itu nanti kita akan panggil BPPBJ,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (11/1).
Rasyidi mengatakan dalam waktu dekat Komisi C akan segera memanggil BPPBJ DKI untuk melakukan evaluasi dan memberikan saran agar persoalan yang sama tidak kembali terulang di tahun 2022.
“Penyerapan itu semua tergantung BPPBJ karena harus ditenderkan. Nah kalau mereka baru memulainya bulan Juli, itu tidak akan selesai. Makanya tahun ini penyerapannya kecil. Ini yang harus kita dorong, supaya jangan sampai seperti ini lagi,” ungkapnya.
Di lokasi yang sama, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKD) DKI Edi Sumantri mengakui memang rendahnya penyerapan karena belanja modal tanah karena keterbatasan waktu dalam pengadaan pembebasan lahan.
“Memang belum optimalnya serapan belanja modal karena keterbatasan waktu untuk pembebasan tanah di Dinas SDA dan Dinas Pertamanan Kehutanan,” ucapnya.
Edi juga menjelaskan bahwa pendapatan terealisasi 101% atau sebesar Rp65,9 triliun yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah Rp41,8 triliun, Pendapatan Transfer Rp22,6 triliun, Pendapatan Lain-lain yang sah Rp1,4 triliun.
Lalu untuk belanja terealisasi 88,59% atau Rp62 triliun yang terdiri dari belanja operasi Rp54 triliun, belanja modal Rp6,8 triliun, belanja tak terduga Rp700 miliar, dan belanja transfer Rp387 miliar.
Selanjutnya untuk penerimaan pembiayaan terealisasi 81,1% atau Rp11,9 triliun, sedangkan pengeluaran pembiayaan terealisasi 63,5% atau Rp6,2 triliun. (DDJP/gie)