Komisi C DPRD Provinsi DKI Jakarta berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI segera menghitung kembali usulan realisasi target penumpang untuk Light Rail Transit (LRT) untuk rute Velodrome-Kelapa Gading.
Anggota Komisi C DPRD DKI Dite Abimanyu menilai, target penumpang yang dipaparkan tim perumus tarif Pemprov DKI Jakarta dengan target 14.255 penumpang per hari perlu dirasionalisasi. Sebab, ia memprediksi warga tak banyak menggunakan LRT mengingat jarak rute yang terlampau dekat.
Menurutnya, dalam menentukan target penumpang LRT setidaknya harus mengacu pertimbangan tingkat kemauan membayar (Willingness to Pay) dan kemampuan membayar (Ability to Pay) masyarakat Jakarta apabila target penumpang tidak tercapai.
“Kalau terjadi kayak LRT Palembang, itu gimana skenarionya? Gimana subsidinya jika ternyata tidak seperti yang diperkirakan karena jumlah penumpangnya tidak tercapai,” katanya di Gedung DPRD DKI, Jumat (8/3).
Senada dengan Dite, Anggota Komisi C DPRD DKI Ruslan Amsyari mengemukakan minimnya animo masyarakat Palembang terhadap LRT. Sehingga, Ruslan mengkhawatirkan hal serupa akan dialami LRT mengingat jarak lintasan rute Kelapa Gading-Velodrome terbilang cukup pendek, yakni 5,8 Kilometer (km) dengan waktu perjalanan 15 menit.
“Kalau jumlah tarif ini tidak terjadi seperti ini tentunya ada subsidi tambahan lagi untuk operasionalnya. Makanya jauh-jauh hari tolong kita (DPRD) dilibatkan,” ungkap Ruslan.
Komisi C, lanjut Ruslan, akan berkoordinasi lebih intens dengan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) untuk mendalami studi kelayakan yang dipertimbangkan untuk moda transportasi LRT, semisal pendekatan perolehan pendapatan per kapita masyarakat.
“Saya kira data-data ini juga baru ya, dan perlu pembahasan lebih detail dengan Dewan Transportasi untuk diskusi lebih lanjut dasar-dasar pertimbangan seperti berapa pendapatan per kapita, berapa jauh kemampuan mereka secara ekonomi, tentunya berbeda-beda,” tandas Ruslan.
Pada saat rapat kerja pemberian tarif subsidi MRT-LRT bersama Komisi C, Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) memaparkan beberapa opsi atas subsidi yang harus diberikan Light Rail Transit (LRT) dan Mass Rapid Transit (MRT) tanpa harus adanya subsidi yang berlebihan.
Berdasarkan riset DTKJ, Manajemen Lalu Lintas atau Transit Oriented Development (TOD) di negara maju telah menerapkan perolehan pajak dari pengguna kendaaraan pribadi yang melintas di kawasan Electronic Road Pricing (ERP), pemanfaatan alokasi pajak dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB), dan peningkatan realisasi pajak di Kawasan sekitar lintasan MRT dan LRT.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widjatmoko menyatakan pihaknya berjanji akan melengkapi data-data yang diminta DPRD untuk menentukan besaram tarif dan subsidi MRT dan LRT.
“Ini proses internalisasi panjang membuktikan prinsip cermat dan kehati-hatian. Kita tentunya menghormati DPRD sebagai representasi masyarakat Jakarta,” tandas Sigit. (DDJP/alw/oki)