Sekretaris Komisi C DPRD DKI Jakarta Suhud Alynudin mengimbau Dinas Pendidikan (Disdik) membangun sekolah negeri di Kelurahan Koja, Jakarta Utara.
Hal itu diungkapkan saat rapat kerja dalam rangka pembahasan Rancangan Perubahan Kebijakan Umum APBD Serta Rancangan Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun Anggaran 2025.
“Di Kelurahan Koja Jakarta Utara. Itu satu kelurahan tidak ada sama sekali SD, SMP dan SMA Negeri,” ujar Suhud, Rabu (9/7).
Ia mengungkapkan, banyak menerima keluhan dari warga Kelurahan Koja perihal kesulitan memasukkan anak ke sekolah, semua jenjang pendidikan.
Bahkan dipastikan tidak bisa mengikuti Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jalur zonasi.
“Setiap saya reses, selalu pertanyaannya terkait pendaftaran anak sekolah. Anak-anak yang tidak bisa masuk ke sekolah itu di lingkungan memang tidak ada sekolahan,” ucap Suhud.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengimbau Dinas Pendidikan segera menindaklanjuti keluhan warga.
Mengingat, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat.
“Saya harap ini menjadi perhatian,” ungkap Suhud.
Menurut informasi yang diperoleh Suhud, suku dinas yang mengurus pendidikan sudah memasukkan rancangan awal pembangunan.
“Mudah-mudahan bisa segera direalisasikan. Ini harus jadi perhatian agar sistem yang kita bangun didukung infrastruktur yang memadai,” tutur Suhud.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta Nahdiana menjelaskan, sedang menyiapkan rancangan untuk membangun sekolah dasar (SD) di Kelurahan Koja Jakarta Utara.
“Di Koja memang perencanaannya SD, SMP, SMA. Tetapi karena kondisi, maka yang kami bangun duluan adalah SD di Koja. Ini akan dibangun tahun 2026. Tapi perencanaanya di 2025,” ungkap Nahdiana.
Saat ini, sambung dia, terapat 82 kelurahan tidak memiliki SMP Negeri dan 166 kelurahan tidak memiliki SMA Negeri.
“Ini kalau lihat dari daya tampung, memang dari lulusan SD, daya tampung ke SMP Negeri baru naik angkanya dari 48 persen ke 64 persen. Lalu dr SMP ke SMA atau SMK Negeri daya tampung kita dari 20 persen kini menjadi 37 persen,” papar Nahdiana. (gie/df)