Komisi C DPRD Provinsi DKI Jakarta mendorong Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) memformulasikan kiat untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) di tengah ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Sebab melewati triwulan pertama tahun 2021, masih tampak di sejumlah jenis pajak yang mengalami kontraksi akibat pembatasan sosial. Berdasarkan data Bapenda DKI Jakarta realisasi penerimaan 13 jenis pajak hingga 31 Maret 2021 baru mencapai Rp5,5 triliun dari target APBD 2021 sebesar Rp43,37 triliun.
Angka tersebut terdiri atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Rp2,1 triliun, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) Rp987 miliar, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) Rp245 miliar, Pajak Air Tanah (PAT) Rp15,33 miliar, Pajak Hotel Rp193,16 miliar, Pajak Restoran Rp477,81 miliar, dan Pajak Hiburan Rp13,79 miliar.
Kemudian, Pajak Reklame Rp181,22 miliar, Pajak Penerangan Jalan (PPJ) Rp184,07 miliar, Pajak Parkir Rp Rp81,99 miliar, Bea Perolehan Hak Atas Tanah Bangunan (BPHTB) Rp847,94 miliar, Pajak Rokok Rp0 dan Pajak Bumi Bangunan Pedesaaan Perkotaan (PBB-P2) Rp161,98 miliar.
“Tadi kita lihat ada beberapa jenis pajak yang masih lemah, terutama pajak parkir terus pajak hiburan karena ada Covid-19 jadinya melemah dan juga ada satu lagi dari PBB-P2. Tapi kalau PBB-P2 biasanya di triwulan keempat untuk mencapai target tersebut,” ujar Sekretaris Komisi C DPRD DKI Yusuf, Selasa (25/5).
Karena itu, Komisi C telah mengusulkan Bapenda DKI sebagai leading sektor agar segera menerapkan pencatatan pajak daerah dengan berbasis real time. Sebab, Komisi C melihat pencatatan yang dilakukan berbasis daring (online) tak cukup untuk menjaga prinsip transparansi dan akuntabilitas pajak daerah.
“Kelemahan di Bapenda ini kita belum bisa melihat hari ini masuk dari jenis pajak itu berapa persen, dan uangnya berapa. Karena seperti di kunjungan di wilayah Bogor, kita bisa melihat hari Selasa tanggal sekian pajak yang masuk sekian, termasuk jenis pajaknya,” sambungnya.
Dengan menerapkan pencatatan pajak berbasis realtime, dikatakan Yusuf, setidaknya seluruh elemen masyarakat dapat mengetahui angka pasti dari total pendapatan yang dihasilkan dalam satu waktu.
“Harusnya menghindari kebocoran, karena kalau dari laporan-laporan seperti itu masih bisa ada kebocoran-kebocoran pendapatan masih sangat besar. Tapi kalau kita sudah dengan sistem real-time, kebocoran bisa kita minimalisir, tentu agar lebih efektif transparan dan akuntabel,” ungkap Yusuf.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (plt) Kepala Bapenda Provinsi DKI Jakarta Sri Haryati menyatakan bahwa pihaknya akan berupaya menggenjot 13 jenis pajak secara maksimal di tahun ini. Namun, pihaknya perlu melihat segala kemungkinan yang masih terjadi lantaran kelesuan perekonomian akibat Covid-19.
“Intinya kami akan terus merespon terhadap instansi-intstansi diluar pajak ataupun pajak itu sendiri. Kalau perlu nanti pada triwulan berikutnya ada pembahasan khusus tersendiri, dan kami siap memaparkan lebih lanjut,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)