Komisi C DPRD Provinsi DKI Jakarta mendorong Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali mengevaluasi proyeksi nilai APBD tahun anggaran 2020 sebesar Rp95,99 triliun dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
Koordinator Komisi C DPRD DKI Jakarta Misan Samsuri mengatakan, rasionalisasi perlu dilakukan mengingat adanya sejumlah penurunan pendapatan hingga menghasilkan total proyeksi APBD hanya sebesar Rp89,44 triliun. Menurutnya penghitungan kembali untuk mengantisipasi terjadinya defisit anggaran wajib dilakukan.
“Karena anggaran itu perlu kepastian. Kita perlu tahu berapa yang mau dicanangkan. Jangan nanti asumsinya Rp95 triliun tetapi dengan defisit Rp6 triliun,” ujar Misan pada rapat pembahasan KUA-PPAS di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (29/10).
Dalam kesempatan itu juga ia menyarankan agar TAPD mensinkronisasikan kembali kebutuhan belanja tiap-tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan proyeksi pendapatan yang akan dihasilkan. Dalam hal ini menurutnya, SKPD terkait juga dapat mengoptimalkan potensi dari sektor retribusi dan pendapatan lainnya.
“Seperti proses pendataan, perpajakan, restoran dan pendapatan lain-lain itu kan belum digarap semua. Terkait BPHTB, masih ada celah sebetulnya, apalagi yang Rp2 miliar kebawah itu dipecah-pecah sertifikatnya dan akhirnya tidak kena pajak, nah artinya kita perlu melakukan pengawasan,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi DKI Jakarta Saefullah menjelaskan, bahwa pihaknya akan terus menyempurnakan seluruh postur APBD dalam Rancangan KUA-PPAS 2020, termasuk nomenklatur Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) hingga satuan tiga mata anggaran kegiatan.
“Jadi yang dibahas sekarang ini tetap yang pertama, yang Rp95 triliun. Yang kemarin itu cuma sekedar kertas kerja, sebagai bahan untuk membahas dengan komisi-komisi,” terang Saefullah.
Dengan demikian, ia memastikan seluruh jajaran pejabat teras Pemprov DKI konsisten dalam seluruh proses pengusulan dan penyusunan Rancangan KUA-PPAS 2020 kepada legislator di lima bidang komisi maupun Badan Anggaran (Banggar).
“Jadi kita perlu antisipasi, tidak perlu surat gubernur lagi kalau dokumen (KUA-PPAS) itu. Berubah tidak berubah tergantung pembahasan disini, nanti dari Rp95,99 triliun jadi berapa lewat MoU-nya berapa, jadi tidak ada masalah dan tidak ditutup-tutupi. Tidak ada manfaatnya karena kita akan diaudit juga,” tandas Saefullah. (DDJP/alw/oki)