Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta merespons positif pembukaan kembali aktifitas perekonomian sektor usaha perbelanjaan modern hingga izin operasional wisata secara bertahap oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi menuju kenormalan baru (New Normal).
Meski demikian, Anggota Komisi B DPRD DKI Steven Setiabudi Musa mendorong seluruh pihak terlibat dalam mendisiplinkan aturan mengenai kepatuhan protokol kesehatan.
“Secara jujur bahwa selama masa PSBB ini, ekonomi di Jakarta sudah mati suri, banyak juga yang mengalami PHK, kebangkrutan khususnya para dunia usaha dan dunia usaha kuliner dan juga UMKM, dan saya fikir memang sudah waktunya memang harus untuk dibuka dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan,” katanya, Senin (8/6).
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta Nomor 131 Tahun 2020 tentang Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 di Sektor Usaha Pariwisata dimulai secara bertahap. Rinciannya, Mulai 5 Juni 2020 hingga 2 Juli 2020, dengan maksimal pemilik usaha, pekerja dan pengunjung persen meliputi fasilitas olahraga outdoor kecuali kolam renang.
Kemudian mulai 8 Juni 2020 hingga 15 Juni 2020, usaha jasa makanan dan minuman yang berdiri sendiri dan yang menjadi fasilitas hotel kecuali bar dapat melakukan pelayanan makan-minum di tempat dan pesan antar. Sedangkan yang beroperasi pada pusat perbelanjaan atau mal hanya diizinkan melayani pesan antar.
Pada 13 Juni 2020 hingga 2 Juli 2020 wisata pantai atau wisata Kepulauan Seribu sudah dapat beroperasi. Pada 15 Juni 2020 hingga 2 Juli 2020 pusat mal dan dan usaha jasa makanan dan minuman yang berdiri sendiri, yang menjadi fasilitas hotel dan yang beroperasi mal kecuali bar dapat beroperasi dan melayani makan-minum ditempat.
Selanjutnya pada tanggal yang sama, jasa perawatan rambut atau salon juga sudah dapat beroperasi. Lalu tanggal yang sama juga dimulainya operasional kawasan pariwisata dan taman margasatwa atau kebun binatang.
Merujuk dari aturan tersebut, Steven mengimbau kepada Dinas Parekraf DKI Jakarta setidaknya perlu menggencarkan sosialisasi payung hukum, baik secara masif di seluruh sektor usaha yang berkembang di Ibukota.
Sebab, seluruh sektor usaha perlu mengedepankan anjuran yang termaktub dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 51 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif hingga Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Nomor 131 Tahun 2020 tentang Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Sektor Usaha Pariwisata Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif sebagai alas dasar hukum turunan yang baru-baru ini dikeluarkan Dinas Parekraf DKI.
Sehingga, pelonggaran aktifitas perekonomian hingga pariwisata bisa berjalan lebih efektif dan tepat sasaran ketika PSBB transisi berlangsung.
“Konsekuensi dari semuanya dibuka ini masa PSBB transisi menuju new normal itu harus ada pengawasan yang ketat. Karena itu perlunya sosialisasi, dan perlu diketahu kapasaitas mall itu berapa sehingga menjadi 50 persen itu jadi berapa itu masyarakat juga harus tahu, dan juga harus tahu dinas-dinas terkait hanya memberikan selebaran atau edaran atau SK itu juga harus turun menjelaskan itu,” terang Steven.
Sedangkan Anggota Komisi B DPRD DKI Farazandi Fidinansyah mengatakan, langkah pembukaan usaha perbelanjaan modern hingga izin operasional wisata yang dilakukan Pemprov DKI perlu dilakukan perlu diselaraskan dengan skala prioritas.
“Terkait pembukaan di lini-lini usaha, saya mendukung kalau dibuka secara bertahap, karena ini runtutannya panjang, mulai dari pegawai yang masuk, aktifitas usaha sampai ke kebiasaan masyarakat. Memang ini harus diutamakan juga kepada usaha-usaha yang memiliki manfaat ke banyak orang dulu, misal kebutuhan pokok dan kegiatan yang memang mendukung usaha pada umumnya seperti logistik dan lain-lain. Kalau yang sifatnya service, rekreasi itu dilakukan secara bertahap dibuka, jadi tidak serta merta langsung dibuka semuanya,” ujarnya.
Skala prioritas tersebut, lanjut Farazandi, dapat dikomunikasikan secara terbuka oleh Dinas Parekraf DKI bersama seluruh stakeholder untuk berkomunikasi secara intensif bersama Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta serta para pengusaha di seluruh lini yang berkembang di Ibukota.
“Jadi ini harus disiasati undang asosiasi (APPBI), undang para pelaku usaha ajak berdiskusi dan sepakati aturan-aturan mana saja yang dijalankan, itu sambil Dinas Parekraf monitor. Jadi musti sama-sama komitmen antara pelaku usaha dan Dinas Parekraf (DKI),” tandas Farazandi. (DDJP/alw/oki)