Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta menyoroti lesunya retribusi pendapatan daerah dari sektor perparkiran sepanjang tahun anggaran 2022. Unit Pengelola (UP) Parkir dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh.
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail meyakni, pengelolaan parkir di seantero Jakarta memiliki potensi besar untuk berkontribusi untuk mencapai target pendapatan daerah. Evaluasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kebocoran retribusi.
“Kita melihat bahwa memang perlu ada satu evaluasi yang menyeluruh terkait dengan apa, pertama regulasi. Regulasinya itu memang tidak memberi celah bagi terutama bagi penyelenggara maupun yang lainnya untuk melakukan kongkalikong dalam pencatatan. Kedua kita menilai disini perlunya untuk dilakukan (pencatatan) secara elektronik untuk mengurangi terjadinya potensi kebocoran,” ujarnya di rapat pembahasan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (P2APBD) tahun anggaran 2022, Selasa (25/7).
Berdasarkan Laporan Keuangan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2022, realisasi pendapatan UP Perparkiran tahun 2022 hanya mencapai Rp51,3 miliar atau 72,88% dari target sebesar Rp70,4 miliar.
Anggota Komisi B Hasan Basri Umar mengungkapkan masih banyak lokasi parkir yang belum dikelola secara modern. Retribusi perparkiran masih dipungut secara manual. Misalnya di Jalan Juanda, Jalan Gajah Mada, dan Jalan Hayam Wuruk. Begitu juga di Jalan Boulevard, Kelapa Gading.
“Ketika kita mampir makan disitu terkesan nggak ada yang kelola parkirnya. Sementara area parkirnya luas,” katanya.
Anggota Komisi B Gilbert Simanjuntak mempertanyakan niat baik pengelolaan perparkiran di DKI Jakarta. Dia mengatakan, dulu, penerapan pungutan parkir secara elektronik berjalan baik karena adanya kesungguhan niat untuk menjalankannya.
“Dulu kan mengajukan parkir elektronik dengan mengurangi unsur manusia yang kemudian bisa masuk angin lalu kita menggunakan parkir elektronik. Seakan-akan itu beda zaman beda perlakuan. Dulu itu jalan baik-baik. Karena ada niat untuk menjalankannya. Saya kira itu juga perlu memberikan kajian kenapa (mesin elektronik) itu tidak diberdayakan. Kalau hanya sekedar kemudian itu menjadi monumen, bongkar aja,” tegasnya.
Dalam rapat pembahasan, Wakil Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Syaripudin menjelaskan, parkir di DKI Jakarta dikelola dengan dua model. Pertama dikelola secara mandiri oleh Pemprov DKI Jakarta dan kedua dikelola oleh pihak swasta yang bekerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta dengan skema bagi hasil.
Dulunya, sejumlah ruas jalan di Jakarta dipasangi mesin parkir elektronik. Misalnya di Jalan Boulevard Raya dan ataupun di Jalan Sabang. Sayangnya, pungutan parkir di Jalan Boulevard kembali ke sistem manual menggunakan karcis. Di sisi lain, mesin elektronik di Jalan Sabang kini rusak. Akibatnya, pungutan parkir kembali dilakukan secara manual yang berdampak langsung pada pendapatan sektor perparkiran.
“Kita punya terminal parkir elektronik. Ada mesin yang ditaruh disitu dulu di Jalan Sabang dan tempat lain yang memang secara otomatis merecord parkirnya berapa lama, mereka bayar dengan cashless. Nah kami akui memang ada yang rusak dan masih perlu kami perbaiki,” jelasnya.
Untuk memperbaiki pengelolaan parkir di Jakarta, Syaripudin mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan strategi-strategi baru yang diyakini akan berkontribusi pada meningkatnya pendapatan sektor perparkiran.
“Nanti kedepan kita akan buat aplikasi Jakparkir yang terkoneksi dengan Park and Ride, terkoneksi dengan kewajiban uji emisi yang bersangkutan, dan yang satu lagi kita akan menggunakan disinsentif parkir. Ketika kendaraan itu tidak lulus uji emisi atau belum uji emisi, nah itu akan dikenakan disinsentif parkir dengan pengenaan tarif tertinggi,” pungkasnya. (DDJP/bad)