Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta meminta Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrans) memaparkan kajian atau dasar direvisinya kenaikan upah minimum Provinsi DKI Jakarta 2022 dari 0,8% jadi 5,1%.
Koordinator Komisi B DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menjelaskan, penjelasan Disnakertrans diperlukan mengingat berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan mengamanatkan rata-rata kenaikan UMP hanya sebesar 1,09%.
“Jadi saya minta Pak Andri Yansyah (kepala Disnakertrans) berikan penjelasan sejelas-jelasnya kepada kita, yang rasional terkait kenaikan UMP ini,” katanya dalam rapat kerja di gedung DPRD DKI, Senin (27/12).
Penjelasan tersebut diminta Pras karena menurutnya masih banyak pengusaha yang belum stabil keuangannya, atau sedang berjuang pemulihan pasca pandemi Covid-19.
“Karena efeknya ini sampai ke pedagang warteg dan usaha-usaha kecil. Saya kasian kepada buruh juga, tetapi sekarang kita juga harus sadar, kita baru menghadapi pandemi yang sangat luar biasa. Nah kita harus berikan yang rasional. Saya minta dasarnya apa saja,” minta Pras.
Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Komisi B DPRD DKI Pandapotan Sinaga. Ia meminta Disnakertrans secara gamblang memaparkan formula perhitungan dan acuan peraturan apa saja yang dipakai untuk membuat kebijakan tersebut.
“Kami tegaskan bahwa kami tidak pernah menghalangi kenaikan upah buruh, yang kami pertanyakan prosesnya. Harus jelas aturan mainnya, prosesnya untuk menentukan upah minimum,” ucapnya.
Dilokasi yang sama, Kepala Disnakertrans DKI Jakarta Andri Yansyah menjelaskan, bahwa penetapan UMP tahun 2022 sudah dibahas oleh Dewan Pengupahan, serta melibatkan unsur pemerintah, serikat pekerja, dan juga pengusaha.
“Meskipun saat pembahasan dengan Dewan Pengupahan tidak ada kesepakatan, tapi pak Gubernur harus menetapkan. Sepakat atau tidak sepakat, karena masing-masing unsur itu mempunyai usulan,” katanya.
Selain itu, Andri juga menjelaskan bahwa angka tersebut telah mengacu pada proyeksi Bank Indonesia terkait pertumbuhan ekonomi, Institute For Development of Economics and Finance (Indef), dan kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). (DDJP/gie)