Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta bersama jajaran Pemerintah Kota Jakarta Utara menggelar rapat evaluasi untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran pada reklamasi yang dilakukan PT Karya Citra Nusantara (KCN) di Pantai Marunda Cilincing, Jakarta Utara.
Ketua Komisi A DPRD DKI Mujiyono mengatakan, setidaknya dari pengerukan laut yang dilaksanakan, kerugian negara ditaksir mencapai Rp55,8 triliun. Terlebih dugaan pelanggaran tersebut dilaksanakan PT KCN, perusahaan yang ada di dalam tubuh PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yang notabene BUMN.
Berdasarkan peninjauan ke lapangan, Mujiono menyebutkan, kegiatan reklamasi di bibir pantai itu dilaksanakan sepanjang 1.700 meter telah digunakan sebagai tempat penimbunan pasir komersial hingga penunjukan lokasi pelabuhan umum. Padahal, kegiatan Reklamasi belum dapat dilakukan mengingat belum disahkannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR-PZ).
“Jadi kegiatan (reklamasi) itu tidak boleh terjadi, karena potensi kerugian negara sekian triliun kalo itu dilakukan, itu tidak boleh terjadi. Ini ibarat satu tempat dimana keberadaan nya diluar dugaan, kalau terus ini dilanjutkan Priok bisa kalah, DKI ada kontribusinya juga disana (28,85%),” ujar Mujiono di lokasi, Rabu (18/12).
Selanjutnya, ia juga menyoroti perihal adanya temuan bukti lapangan yang tidak tersegel larangan berupa penyegelan kawasan di sekitar pintu masuk Pelabuhan Marunda. Padahal, sebelumnya melalui bukti foto ada proses penyegelan yang sebelumnya dilakukan oleh jajaran Pemerintah Kota Jakarta Timur melalui Camat Cilincing.
“Itu akan juga menjadi beberapa pertanyaan-pertanyaan kedepan. Tahapan ini kenapa, itu kenapa itu pasti akan menjadi rekomendasi kita kedepan. Yang pasti kita ingin selamatkan aset Pemprov DKI Jakarta karena itu bagian dari tupoksi kita,” ungkapnya.
Di lokasi yang sama, Camat Cilincing Jakarta Utara Muhammad Alwi mengaku bahwa persoalan kegiatan reklamasi yang dilakukan PT. KCN masih terbatas diketahui pihaknya. Terlebih, pihaknya baru mengunjungi lokasi tersebut sebanyak dua kali hingga hari ini.
“Jadi beberapa kali kami sudah komunikasi dengan PT. KCN hanya terkait masalah aduan masyarakat kaitan masalah peleburan sama asap yang mengganggu warga disini. Jadi terkait pembangunan masalah hari ini kami belum terlibat langsung apalagi ada kaitan dengan PT. KBN,” terang Alwi.
Sementara itu, Direktur Utama PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Muhammad Sattar Taba mengaku bahwa pihaknya telah menindaklanjuti rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) terhadap keberlangsungan kegiatan reklamasi di Pantai Marunda. Seperti, mengurangi luasan hasil kerja sama dengan PT. KCN seperti sertifikat Hak Pengelola Lahan (HPL), bibir pantai, infrastruktur jalan dan kawasan laut atau kawasan air untuk batas-batas wilayah.
“Itu semua berpedoman terhadap Keppres (Keputusan Presiden) Nomor 11 Tahun 1992 hingga wilayah itu kita sepakati dengan sejumlah pihak dan dibuat berita acaranya. Inilah yang dikerjasamakan untuk dimanfaatkan pelabuhan dan didirikan badan usaha pelabuhan KCN dengan pemegang saham KTU (Karya Tunas Utama) saat itu,” katanya.
Kemudian, ia menerangkan bahwa Direksi PT. KBN saat itu diberikan saham awal sebesar 12 persen, kemudian di negosiasikan kembali menjadi 15 persen dan 85 persen saham milik PT. Karya Teknik Utama (KTU) untuk proyek reklamasi Pantai Marunda.
“Dalam perjalanan nya, ada addendum induk diparaf oleh Kementerian BUMN (Deputinya) untuk melakukan perubahan, yang melakukan pembangunan pelabuhan di kawasan Marunda sebelumnya itu PT. KCN yang ditunjuk, kemudian dipindahkan kepada PT. KTU seluruhnya membangun pelabuhan ini. Kemudian yang bangun pelabuhan KBN dengan KTU, dan yang melakukan pengawasan tunggal seluruhnya diserahkan PT. KTU, sehingga KBN melepas control disini,” terangnya.
Selanjutnya, ia menceritakan kronologis pada tahun 2015 bahwa izin lahan yang digunakan untuk Reklamasi Pantai Marunda seharusnya digunakan oleh PT. Jakarta Propertindo (Jakpro).
“Jadi Gubernur DKI saat itu (Basuki Tjahja Purnama) meminta kami untuk membatalkan reklamasi, dia bilang kami diminta untuk tidak ikut-ikut disana dengan PT. KTU, dia mau bongkar pelabuhan itu dan tidak ada penjelasan lanjutan setelah itu. Setelah kesini-sini kita tahu bahwa izin Reklamasi disana belum ada, izin AMDAL-nya belum ada, kemudian melanggar Perda Tata Ruang pada waktu itu,” ungkapnya.
Karena itu, Sattar menerangkan bahwa pada September 2016 tanpa penjelasan apapun terdapat ultimatum bahwa segala pengalihan berupa pengurangan atau penambahan perluasan kegiatan reklamasi perlu diperkuat dengan Keppres terbaru.
“Karena itu, konsesi (70 tahun) itu dibuat perjanjian antar KSOP Marunda IV dengan PT. KCN tanpa alas hukum. Berdasarkan itu kami laporkan kepada Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta, kemudian dikeluarkan surat upaya hukum dan didukung oleh Wapres saat itu untuk melakukan gugatan, kita lakukanlah gugatan kepada PT.KCN, KSOP Marunda IV dengan PT. KTU,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)