Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta menggelar audiensi untuk menampung keluhan masalah lahan yang dialami warga bedeng, Kelurahan Rorotan, Jakarta Utara.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiono mengatakan, masalah bermula karena adanya klaim kepemilihan lahan yang dihuni warga bedeng yang kini berjumlah 400 kepala keluarga. Berdasarkan pengakuan forum komunikasi warga, mereka telah menempati lahan tersebut sejak tahun 1987, lalu kemudian ada klaim yang menyebutkan kepemilikan lahan tersebut pada September 2019.
“Ada pihak yang mengklaim dengan menunjukan surat bukti kepemilikan tanah bukan kepada warga atau perwakilan warga, tapi kepada kepolisian,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (3/2).
Mujiono menilai, upaya melaporkan warga atas tuduhan memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup sesuai Pasal 167 KUHP tidak tepat, mengingat adanya proses musyawarah yang harusnya dapat dilakukan kedua belah pihak.
Karena itu, ia menyarankan agar seluruh pihak menyiapkan dokumen-dokumen sebagai legalitas kepemilikan lahan yang saat ini masih dihuni 400 kepala keluarga warga bedeng. Ia menginginkan, untuk mengurai dan menuntaskan persoalan ini tidak hanya didukung asumsi-asumsi, namun lebih kepada bukti kepemilikan otentik.
“Jadi masing-masing harus menyiapkan data-data. Kedepan kami akan mengagendakan forum rapat yang lebih besar lagi dengan mengundang pihak yang mengaku memiliki lahan, dan jajaran pemerintah kota (Pemkot) Jakarta Utara,” terangnya.
Di lokasi yang sama, Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pijar Jakarta Lintar Fauzi menjelaskan, seluruh proses pendampingan hukum akan terus dilakukan pihaknya dalam mengawal aspirasi masyarakat Forum Komunikasi Warga Bedeng Cilincing Jakarta Utara. Pasalnya, Fauzi mengaku pihaknya mengesalkan adanya upaya penetapan status tersangka kelima warga dan tokoh masyarakat yang dilakukan tanpa sesuai prosedur oleh jajaran Polres Jakarta Utara.
“Jadi pada awalnya kami mendampingi mereka (Warga Bedeng) beberapa dari mereka telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pasal 167 masuk perkarangan orang. Memang awalnya kapasitas saya itu melakukan pendampingan secara pidana tidak lebih dari itu, kami pun sudah berkembang untuk melakukan komunikasi dari Kasatreskrim hingga Wakapolres Jakarta Utara,” ungkap Fauzi.
Selain itu, Fauzi mengaku pihaknya telah berupaya optimal agar proses pendampingan bantuan hukum bisa diselesaikan secara baik. Hanya saja, menurut Fauzi jajaran Polres Jakarta Utara bersikeras untuk melakukan penangkapan hingga penahanan terhadap kelima warga dan tokoh masyarakat yang sudah bermukim sejak 1987 tersebut.
“Jadi saat itu mereka mau ditahan, saya sebagai penjamin agar mereka tidak ditahan. Posisi saya saat itu bahwa kita tidak bisa mentiadakan surat perintah penangkapan, lebih lanjut argumentasi kami sebagai lembaga bantuan hukum bahwa bukti-bukti hukum yang disampaikan pemilik lahan sangat prematur. Karena warga sudah ada sejak 1987 sedangkan dokumen punya Herman Juhari cs itu tahun 1990, pasti ada proses disana seperti pengembalian barang tapi anehnya ada pengambilan klaim di lima tahun ini, sedangkan pengacaranya mereka tidak muncul,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Warga Bedeng Syarif Abdul Rahman berharap agar legislator Komisi A DPRD DKI bisa segera menuntaskan persoalan hukum yang dialami dirinya bersama keempat orang yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh jajaran Polres Jakarta Utara. Termasuk, perselisihan kepemilikan tanah yang sudah dihuni 400 Kepala Keluarga (KK) sejak 1987.
“Kita berharap status yang diberikan warga itu dicabut karena itu merupakan hal yang seharusnya dilayangkan karena belum ada proses perdata, belum ada komunikasi lanjut. Kami ingin menjadi warga yang ideal punya RT sendiri, administrasi yang sesuai dengan yang kita tinggali karena saat ini masih numpang dengan RT di wilayah lain yang jaraknya 6 Kilometer dari wilayah kita,” terangnya.
Dengan demikian, Syarif berharap agar para legislator bisa membantu rakyat kecil seperti pihaknya untuk membuka akses forum melalui jalur mediasi dengan pihak-pihak yang bersinggungan dengan status kepemilikan tanah warga Bedeng Rorotan Jakarta Utara.
“Karena kita hanya warga kecil yang tidak bisa punya akses, oleh karena itu dengan kita minta ke DPRD, kita bisa difasilitasi, bernegosiasi dengan Walikota Kecamatan dan Kepolisian bahkan pemilik tanah,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)