Komisi A Tampung Aspirasi Warga Tebet Dalam I

February 10, 2020 9:41 pm

Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta menyatakan telah menampung aspirasi warga Tebet Dalam 1, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan setelah menerima audiensi yang diajukan warga.

Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono mengatakan, dalam audiensi warga mengaku kesulitan mendapatkan seritifikat hak milik (SHM) lantaran fungsi lahan yang berubah menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bila mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.

Sementara disisi lain, ada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Seluruh Wilayah Republik Indonesia (PTSL). Karena itu Komisi A DPRD DKI Jakarta menyatakan akan mencoba mengurai persoalan yang dialami warga Tebet Dalam 1.

“Karena mereka (warga) punya hak yang sama. Sangat disayangkan saat mereka mau mengurus (sertifikat tanah) Pemprov DKI tidak terbuka, tidak mengakomodir. Harusnya PTSL adalah media paling pas untuk mereka berproses, ini yang harus segera kita bantu,” ujar Mujiyono saat menerima audiensi warga di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (10/2).

Karena itu, ia menyatakan akan menggelar rapat lanjutan dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, seperti Pemerintah Kota Jakarta Selatan, Dinas Kehutanan, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Cipta Karya), Biro Tata Pemerintahan, Inspektorat, Biro Hukum, dan BPN Kanwil Jakarta Selatan.

“Kalau mereka ingin berubah menjadi tidak jalur hijau, ini bisa dibahas. Karena kebetulan kita tahun ini ada revisi Perda RDTR, nanti dibahas juga dalam forum itu,” ungkap Mujiyono.

Sementara itu, Hutabarat salah satu warga Tebet Dalam 1 menyatakan ada sebanyak 50 kepala keluarga (KK) yang terimbas Perda Nomor 1 Tahun 2014. Padahal mereka sudah mendiami lahan seluas 4.000 meter persegi di kawasan itu selama 40 tahun.

“Kami semua berharap Komisi A bisa membantu kami untuk mengajukan permohonan hak pembuatan sertifikat. Sebab sejak 2014 kami tidak bisa mengurus itu karena terbentur Perda Nomor 1 Tahun 2014 yang dikeluarkan Pemda secara sepihak tanpa berunding dengan warga sekitar,” terangnya.

Kalau pun Perda tersebut tidak bisa direvisi atau ada pengecualian, dikatakan Hutabarat, warga berharap ada penggantian lahan warga secara resmi dari pemerintah.

“Kami siap kalau memang harus pindah, tapi dengan penggantian yang setara, dan diberi waktu minimal enam bulan terhitung setelah tanggal pembayaran,” tandas Hutabarat. (DDJP/gie/oki)