Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta mengusulkan penghapusan nomenklatur anggaran pendampung Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang). Penghapusan anggaran pendamping di tingkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) diusulkan karena dinilai tidak efektif.
Sekertaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Dhany Anwar mengatakan, lemahnya fungsi pendamping Musrenbang diketahui setelah jajarannya mengevaluasi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) penggunaan APBD tahun anggaran 2019. Nyatanya, keberadaan pendamping sejauh ini tidak terlalu berpengaruh besar dalam memutuskan prioritas usulan pembangunan.
“Ternyata pendamping Musrenbang ditingkat RT RW tidak cukup efektif, karena itu untuk tahun 2021 nanti proses untuk penetapan anggaran itu ditiadakan saja,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (14/5).
Berdasarkan laporan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemprov DKI Jakarta dalam LKPJ, anggaran pendamping di sepanjang pengunaan APBD tahun 2019 hanya terserap 59,5% atau Rp156 juta dari total anggaran sebesar Rp261,3 juta.
Tidak optimalnya serapan anggaran tersebut juga ditengarai Komisi A DPRD DKI Jakarta karena pendamping tidak dilatih terlebih dahulu agar memiliki kemampuan dan pemahaman yang mumpuni.
“2019 itu tahun pertama Bappeda merekrut pendamping Musrenbang di RT RW. Anggaran lumayan gede itu. Pendampingannya saja tidak dilakukan secara utuh, jadi mereka hanya disuruh mendampingi tapi tidak dilatih, jadi manfaatnya tidak maksimal,” terang Gembong Warsono, Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta.
Di lokasi yang sama, Kepala Bappeda DKI Jakarta Nasruddin Djoko Surjono mengakui memang usulan-usulan yang ditampung oleh para pendamping Musrenbang tidak menjamin semuanya terakomodir dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).
“Memang ada usulan yang ditolak. Dari 37.979 usulan, 20.048 diakomodir dalam renja 2019, 5.719 usulan teranggarkan dalam APBD 2019 dan 12.209 ditolak. Biasanya yang ditolak itu karena tupoksi usulan tersebut sudah ada di tempat lain,” tandasnya. (DDJP/gie/oki)