Komisi A DPRD DKI Jakarta menyarankan Perumda PAM Jaya dan ahli waris dari Mada’ie bin Djasman membuktikan dasar kepemilikan atas lahan di Sunter Jaya, Jakarta Utara.
Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua menjelaskan, dalam rapat lanjutan merespons aduan masyarakat kali ini kedua belah pihak masih bersikukuh mengklaim sebagai pemilik lahan seluas 4.900 meter persegi yang berada di Jalan Danau Sunter Selatan, Blok O.5, RT 08/11, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
“Kita minta PAM menyerahkan surat keterangan tidak sengketa dan terdaftar di girik serta dokumen pengalihan hak. Begitu pun Ahli Waris, lengkapi dokumen kepemilikan,” ujarnya di gedung DPRD DKI, Rabu (10/8).
Perkara sengketa lahan bermula setelah ahli waris mengadukan dugaan terjadinya penyerobotan lahan. Di mana PT Karya Beton menaruh pipa dilahan miliknya dan mengaku telah membayar sewa ke PAM Jaya selama dua periode atau 10 tahun. Sementara Perumda PAM Jaya mengaku telah memiliki lahan yang sama sejak tahun 1982.
Dalam rapat kerja lanjutan itu, Anggota Komisi A Nasrullah juga meminta agar kedua belah pihak melengkapi alur permasalahan secara detail, sehingga bisa diketahui titik masalahnya.
“Kita dari komisi A meminta untuk agar masing masing untuk bisa menjelaskan kembali latar belakang sejarahnya , karena sejarah ini salah satu bukti yang bisa membenarkan atau menyalahkan,” ucapnya.
Nasrullah pun mengimbau agar Kecamatan, Kelurahan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara sebagai ujung tombak yang mengeluarkan surat-surat kelengkapan data jual beli menyiapkan berkas tersebut.
Kepala Kantor Pertanahan Kota Jakarta Utara Taufik Suroso Wibowo mengaku akan mengumpulkan dan menyerahkan data-data yang valid atas lahan tersebut ke Komisi A secepatnya.
“Atas dasar ini, dalam waktu dekat kami akan beraudiensi dengan Kanwil untuk meminta informasi peta dan dokumen yang jelas atas lahan ini,” tuturnya.
Hal senada juga diungkap Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin. Ia siap membuktikan surat-surat kepemilikan yang diakuinya telah dibayarkan pada tahun 1982 lalu.
“Perlu kami cek dulu. Memang secara laporan, Girik itu ada di kami. Saat ini saya sedang meminta dokumen itu untuk melihat secara langsung. Setelah itu kami lampirkan ke Komisi A untuk di cross check keasliannya,” ungkapnya.
Sementara Lukmanul Hakim selaku penasihat hukum Mada’ie bin Djasman berharap Komisi A dapat menemukan jalan keluar dari permasalahan sengketa lahan yang telah terjadi selama 20 tahun.
“Saya berharap dari audiensi bersama Komisi A, ada titik terang. Dimana lahan kami sudah digunakan oleh PAM sejak tahun 2002,” tandasnya. (DDJP/tim)