Jajaran Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta menggelar rapat kerja untuk mengevaluasi peristiwa banjir bersama jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Barat, Senin (13/1).
Pada kesempatan itu, Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono menjelaskan bahwa ada tiga faktor penyebab utama banjir terjadi di Jakarta Barat. Seperti, pompa yang rusak, terendam, pompa yang kehabisan solar sebagai bahan bakar (BBM), hingga pompa yang berumur tua untuk dioperasikan. Termasuk, tidak ada waduk di sisi Banjir Kanal Barat (BKB).
“Tapi yang menjadi konsen (perhatian) kami juga, bahwa harus diperhatikan juga air rob yang datang, kalau ada pompa juga tidak akan ada artinya juga,” ujarnya di kantor Pemkot Jakarta Barat.
Sementara itu, Anggota Komisi A DPRD DKI Sigvrieda Lauw meminta jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lintas mitra kerja memperkuat sinergitas tugas pokok fungsi (tupoksi) dalam mengoptimalkan peran pintu air Cengkareng Drain dalam menghadapi potensi banjir Jakarta Barat.
“Semua untuk perairan, tata airnya termasuk tanggul jangan sampai tidak dibuat, pintu air tidak diperhatikan padahal harus diperhatikan benar,” terangnya.
Menurut Sigvrieda, kondisi banjir Jakarta Barat setidaknya menjadi cerminan agar seluruh pemangku kebijakan perlu mengevaluasi kembali tata kelola air yang seharusnya mampu mengatasi segala macam kondisi, termasuk dikala musim penghujan.
“Karena semua dari perairan di laut itu tidak seimbang buka tutupnya, pintu airnya juga tidak sesuai terus pompa airnya juga mengkhawatirkan, Kalau misalnya ganti-gantian mana bisa tertutup semuanya untuk perairan,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Suku Dinas (Sudin) Sumber Daya Air Jakarta Barat Purwanti menjelaskan, pompa air tetap bekerja optimal saat peristiwa banjir awal 2020. Meskipun, pada saat itu pihaknya terpaksa mengambil langkah mematikan pompa air yang terendam banjir.
“Karena pada tanggal 1 (Januari) kemarin, tidak bisa semua pompa dikerahkan. Harus bergantian satu sama lain, kalau dipaksanakan nanti pompa-pompa air yang kita punya bisa bermasalah (jebol) karena sudah terendam air,” terangnya.
Meski demikian, pihaknya sejauh ini telah berkoordinasi dengan Dinas SDA Provinsi DKI untuk melakukan evaluasi kinerja pompa dapat berjalan optimal.
“Jadi pompa yang sudah tua akan kita ganti, pompa yang bisa kita lebih optimalkan akan kita perkuat kembali. Supaya kejadian banjir kemarin (awal 2020) tidak terjadi kembali,” terang Purwanti.
Sedangkan, Walikota Jakarta Barat Rustam Effendi menerangkan bahwa peristiwa banjir yang terjadi awal tahun 2020 di wilayahnya lantaran meluapnya empat Sungai yang terhubung langsung dengan sejumlah aliran pecahan dari Sungai Cisadane Bogor. Yakni, Sungai Mookevart Daan Mogot, Angke Hulu, Pesanggrahan, dan Grogol.
“Empat sungai inilah yang menyebabkan Jakarta Barat banjir parah, hujan datang kemudian air masuk dari Bogor mengakibatkan yang paling parah meliputi Kecamatan Cengkareng, Kalideres, Kembangan, Kebon Jeruk dan Grogol Petamburan,” katanya di Gedung Walikota Jakarta Barat.
Meski demikian, Rustam menerangkan bahwa dari sejumlah kecamatan tersebut, hanya dua kecamatan yang bebas dari ancaman banjir, yakni Kecamatan Tambora dan Taman Sari. Pasalnya, kedua wilayah tersebut memiliki kontur yang berada di zonasi aliran tengah.
“Jakarta Barat ini dilintasi oleh bagian aliran barat yang hulunya itu adalah kali Cisadane, kali Angke, kali Pesanggrahan, dan Kali Grogol ditambah dengan pecahan dari Katulampa masuk Ciliwung yang masuknya di Manggarai dan BKB (Banjir Kanal Barat). Alhamdulilah karena sistem drainase sudah lebih baik dan di utara sistem polder juga sudah baik, dengan adanya penampungan waduk Pluit, aliran tengah ini tidak konek (terhubung) langsung dengan aliran barat,” terangnya.
Selain itu, Rustam menjelaskan bahwa aliran barat seyogyanya perlu ditambahkan waduk layaknya aliran tengah, seperti waduk Pluit yang berada di Jakarta Utara. Sementara, ia mengaku bahwa tak ada satupun waduk berada di wilayahnya. Dimana, aliran air yang datang menuju sungai langsung terhubung menuju laut sehingga ketika seluruh sungai yang melintas di Jakarta Barat tak mampu mengakomodir luapan air yang cukup besar.
Namun demikian, Rustam memastikan bahwa pihaknya terus konsisten menjalankan proses penanganan banjir kepada 23.545 Warga Jakarta Barat di 30 kelurahan terdampak banjir. Seperti, persediaan tempat pengungsian di kantor pemerintahan (27 titik), terdiri atas Kantor Lurah, Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), masjid hingga Rumah Susun (Rusun).
“Setelah kita selamatkan dan kita tempatkan di lokasi pengungsian, kita buatkan juga dapur umum dan posko kesehatan,” ungkapnya.
Dengan demikian, pihaknya bersyukur telah diberikan masukan dan saran yang diberikan oleh jajaran legislator Komisi A DPRD DKI. Termasuk, sistem drainase dan juga evaluasi terhadap pompa-pompa stasioner ataupun pompa mobile hingga ke lingkungan warga.
“Disamping sistem air yang perlu diperbaiki,sungainya harus diperbaiki kemudian saluran PHB juga perku diperbaiki dan ini yang paling penting kesadaran masyarakat yang di depan rumahnya sendiri harus kita benahi, kalau sistem ini tidak kita benahi maka akan kita akan terus mengalami hal seperti ini,” tandas Rustam. (DDJP/alw/oki)