Warga di Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat hingga kini mengaku kesulitan mengurus administrasi tanah miliknya. Menanggapi persoalan itu, Komisi A DPRD DKI Jakarta langsung menggelar rapat kerja bersama Camat Cengkareng dan Lurah Kapuk.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono mengatakan, warga bernama Rinan bin Misin mengadukan kendala penerbitan surat keterangan riwayat tanah seluas 6.130 meter persegi di Jalan Peternakan III, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat. Status tanah tersebut mengambang lantaran RT dan RW sekitar enggan memberikan pernyataan sebagai saksi.
“Kalau bunyi SE (surat edaran) ini tidak menyebutkan saksinya RT RW, jadi boleh pakai saksi lain. Meskipun biasanya RT RW yang mengetahui penguasaan fisik, karena itu aparat terbawah. Tapi coba pakai saksi yang lain dahulu,” ujarnya sambil menunjukan kertas edaran yang dimaksud di gedung DPRD DKI, Jumat (21/7).
Edaran yang dimaksud adalah Surat Edaran Nomor 8 tahun 2021 tentang penyeragaman tata cara pelaksanaan pelayanan penerbitan surat keterangan riwayat tanah. Setidaknya ada tujuh syarat dalam edaran tersebut yang perlu dilengkapi ahli waris untuk mengurus administrasi pertanahan. Namun, dikatakan Mujiyono, dalam aturan tersebut tidak menyebutkan bahwa ahli waris harus mendapat surat pernyataan dari RT RW setempat.
“Tujuh syarat administrasi hanya surat pemohonan, fotokopi surat girik, fotokopi KTP pemegang girik asli, fotokopi KTP saksi-saksi, surat peryataan penguasaan fisik, fotokopi SPPT PBB, dan surat pernyataan keaslian dokumen. Nah saksi disini tidak disebutkan harus RT RW, jadi coba pakai saksi lain,” ungkapnya.
Di rapat kerja yang sama, Wakil Camat Cengkareng Suhardin mengaku siap untuk membantu warganya mendapat surat keterangan riwayat tanah asalkan melampirkan seluruh persyaratan dokumen sesuai peraturan. Namun ia menegaskan apabila bukti kepemilikan lahan tidak sah ataupun berbeda dengan catatan milik Pemerintah, maka ahli waris tidak bisa memaksa untuk melanjutkan pengurusan dokumen.
“Kalau ahli waris punya bukti girik, kita tinggal mencocokan ke buku yang ada di Kelurahan. Jadi kalau memang ada, kita berikan yang tercatat dan memang ada. Tapi kalau tidak tercatat, tidak bisa kita berikan,” ucapnya.
Sementara, Muhidin salah satu ahli waris lahan tersebut mengaku sebagian lahan miliknya dikuasai oleh RT, sehingga kesulitan untuk meminta surat pernyataan.
“Sedangkan tanah kita yang dimaksud itu saat ini dikuasai juga sama RT jadi enggak mungkin kita untuk minta dapat surat pengantar dari RT RW,” kata Muhidin Mukhtar, salah satu ahli waris.
Ia pun mengaku pihaknya sudah mengajukan surat ke tingkat Kelurahan dan Kecamatan. Namun lagi-lagi berbagai alasan yang disampaikan oleh pihak terkait hanya berupa lisan dan pernah keluar balasan tertulis.
“Bahkan hanya untuk sekedar mengecek girik kami di buku tanah Kelurahan pun kami tidak mendapat pelayanan yang semestinya sebagai warga negara,” tandas Muhidin. (DDJP/gie)