Penghuni Apartemen Bintaro Park View, Pesanggrahan, Jakarta Selatan hingga kini mengaku kesulitan mendapatkan Akta Jual Beli (AJB) atas hunian yang dimiliki sejak tahun 2015 silam. Komisi A DPRD DKI Jakarta menggelar rapat kerja untuk mencari solusi penerbitan bukti sah kepemilikan properti.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono mengatakan, salah satu penghuni Apartemen Bintaro Park View bernama Irawan mengadukan kendala penerbitan AJB ini diduga karena kelalaian Developer yang belum menyetorkan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) kepada Pemprov, padahal para penghuni telah membayar sejak tahun 2015 kepada Developer PT Esta Sarana Lestari.
“Kita minta pihak eksekutif ditingkat Lurah dan Camat untuk berkoordinasi dengan UPPPD (Unit Pelayanan Pemungutan Pajak Daerah). Dia pasti punya record transaksi pajak daerah wilayahnya. Disitu akan kelihatan bayar berapa, untuk apa. Itu akan ketahuan, karena dugaan pak Irawan belum tentu,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (1/8).
Di kesempatan yang sama, Lurah Pesanggrahan Jumadi mengaku siap untuk membantu warganya mendapatkan AJB dengan cara mengecek apakah Developer sudah menunaikan kewajiban pajak atau belum. Namun ia menerangkan, apabila sebagian besar penghuni Apartemen telah mendapat AJB, maka seharusnya tidak ada masalah.
“Notaris ketika menandatangani PPJB harus ada validasi dari UPPPD. Kalau belum ada validasi, pasti seorang notaris tidak bisa tandatangan. Begitupun AJB, disaat PPAT mau menandatangani dan ketika saksinya cukup, ia akan melihat validasinya juga UPPPD,” ungkapnya.
Sementara, Irawan salah satu penghuni Apartemen Bintaro Park View mengaku kecewa karena pada tahun 2019 diminta menambah selisih atau kekurangan pajak BPHTB yang telah dibayarkan tahun 2015, namun AJB yang dijanjikan bisa terbit tahun 2016, hingga sekarang belum juga diterima para penghuni.
Tak hanya itu, Irawan juga kecewa Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang ditagih Developer kepada penghuni tidak sesuai Perda Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan pasal 6. Dimana dijelaskan bahwa pemilik NJOP dibawah Rp2 miliar terkena tarif 0,1%, namun saat ini penghuni apartemen diminta membayar PBB tiga hingga empat kali lipat.
“Developer menagih pertahunnya nilainya hampir 4 kalinya dan harus bayarnya ke Developer, bukan ke Bank. Padahal sesuai Perda pasal 14 harusnya bayar PBB ke Bank Daerah, Unit Pelayanan Perbendaharaan Daerah BPKD, Bank Swasta atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Gubernur, bukan ke Developer,” tandasnya. (DDJP/gie)