Warga menanyakan lamanya waktu pengurusan dan besarnya biaya pembuatan sertifikat sertifikat hak milik dan wakaf.
Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta melakukan rapat koordinasi dengan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi DKI Jakarta, Rabu (24/2) di Kantor Kanwil BPN Cideng, Jakarta Pusat.
Ada permasalahan terkait aset daerah tak bergerak yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ditempati oleh masyarakat. Selain itu dalam kegiatan reses Dewan maupun dalam penanganan aset daerah serta audiensi masyarakat, banyak dikeluhkan pembuatan surat sertifikat tanah. Begitu juga Program Nasional Agraria (PRONA) yang dijadikan sebagai “pemutihan” dari surat kepemilikan lama (girik) ke sertifikat hak milik (SHM) yang mendapat legalitas.
Sekretaris Komisi A, Syarif mengatakan bahwa kedatangan Komisi A ke Kantor BPN ingin mengetahui secara detail mengenai problema masyarakat di kawasan Kalijodo berkaitan dengan munculnya sebuah SHM tanah atas nama Julius.
“Kami ingin memastikan apakah tanah tersebut memang milik Julius. Mohon BPN dapat mengecek dan mengukur kembali tanah tersebut,” kata Syarief.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta Djamaluddin menyatakan bahwa BPN akan berupaya menindaklanjuti hal tersebut.
“BPN untuk saat ini tidak bisa memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut dikarenakan kami harus mengecek ulang dilapangan,” kata Djamaluddin.
Adapun yang berhubungan dengan aset yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Djamaluddin mengatakan bahwa pihaknya baru-baru ini sudah melakukan komunikasi secara intens berkaitan dengan pengukuran tanah, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
“Pihak BPN akan membuat memorandum of understanding dengan Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) DKI Jakarta berkaitan dengan pengelolaan aset daerah di Provinsi DKI Jakarta,” kata Djamaluddin.
Sementara itu Anggota Komisi A, Muhammad Hasan mempertanyakan waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan SHM.
“Saat reses di tahun 2015 lalu, warga menanyakan kepada saya berapa lama sih dan besarnya biaya pembuatan sertifikat SHM dan wakaf. Warga sangat menanti kepastian dari BPN,” kata Muhammad Hasan.
Sedangkan mengenai PRONA yang dikeluarkan oleh pihak BPN untuk masyarakat yang membutuhkan, Anggota Komisi A, Ahmad Yani meminta agar pihak BPN memberikan keterangan secara rinci, sehingga Dewan dapat menjelaskan secara detail kepada masyarakat ketika melakukan kunjungan ke daerah konstituen.
Djamaluddin mengatakan, PRONA berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 709/3.2/II/2016 tentang PRONA, tanggal 15 Februari 2016, untuk tahun ini disediakan hanya untuk 3.150 bidang tanah dengan jumlah pembuatan sertifikat terbatas.
“Jadi memang kuota surat PRONA hanya terbatas, sebanyak 3.150 saja. Dan itu berlaku secara nasional,” kata Djamaluddin.
Djamaluddin menambahkan untuk tahun ini memang ada penambahan kuota sebanyak 500 bidang tanah. Akan tetapi hanya diperuntukkan untuk kelompok usaha kecil mandiri.
Sementara itu, Ketua Komisi A, Riano P. Ahmad menyatakan dengan banyaknya persoalan yang perlu dibahas secara mendalam perlu dibentuk sebuah kelompok kerja (pokja) untuk membahas ini.
Sedangkan Syarief menambahkan perlunya dilakukan pertemuan rutin, baik berupa seminar atau diskusi, berkaitan dengan pengelolaan aset yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Djamaluddin menyambut baik usulan Komisi A untuk diadakan pertemuan rutin atau diskusi yang berbentuk focus group discussion, dan membentuk pokja antara DPRD Provinsi DKI Jakarta dengan BPN.
“Komisi A akan menjadwalkan kembali pertemuan dalam dua minggu mendatang, dengan mengundang pihak BPN untuk hadir ke kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta,” kata Riano P. Ahmad. (red/wa)