KJP Plus Tak Perlu Ditambah Syarat Baru

February 18, 2025 12:01 pm

Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta meminta Dinas Pendidikan (Disdik) tak membuat syarat baru bagi penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus.

Pasalnya, syarat nilai minimal harus 70 yang menjadi usulan berpotensi mengaburkan sasaran awal dari program tersebut.

“Sejak awal, sasaran dari KJP Plus adalah anak didik yang keluarganya tidak mampu secara ekonomi. Bukan didasarkan pada nilai akademk anak didik,” ujar Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta Justin Adrian, beberapa waktu lalu.

Wakil rakyat dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu mengingatkan, setiap anak mempunyai prestasi di bidang masing-masing.Termasuk di lingkup hidup bermasyarakat.

Dengan nilai minimal justru akan membuat anak didik yang tidak mampu dengan nilai akademik rendh akan putus sekolah lantaran pencabutan KJP Plus.

“Ingat. Kecerdasan, potensi, minat dan bakat masing-masing anak itu berbeda-beda. Jangan sampai anak-anak putus sekolah karena KJP Plus-nya dicabut,” tegas dia.

Berdasarkan data Sistem Pendataan Nilai Raport (Sidanira) DKI Jakarta 2024, menurut Justin, sebanyak 3.507 penerima KJP Plus memiliki nilai raport di bawah 70.

Artinya, jika kebijakan itu diterapkan, ada ribuan anak didik yang terancam pencabutan KJP Plus.

“Bagaimana nanti kelipatannya sampai dengan ledakan demografi kita di tahun 2045? Jangan sampai anak-anak ini berebut jaga lahan parkir di tahun 2045 karena mereka tidak bisa sekolah,” tanda dia.

Kurang Tepat

Di lain pihak, Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Jhonny Simanjuntak menilai, syarat nilai minimal 70 bagi penerima KJP Plus, kurang tepat.

Sebab, semangat kebijakan itu bukan didasarkan pada capaian akademik, seperti program beasiswa.

“Persoalan KJP jangan dikaitkan dengan prestasi. Itu berkaitan dengan kemampuan ekonomi orangtua. Saya berani mengatakan, nilai akademik memang penting, tapi bukan segalanya,” tegas Jhonny Simanjuntak.

Selain itu, sambung Jhonny, tinggi rendahnya prestasi akademik peserta didik tak hanya ditentukan dari faktor internal siswa.

Terdapat banyak instrumen yang mempengaruhi faktor tersebut. Seperti guru dan lingkungan, orangtua, dan sebagainya.

“Jadi, jangan dibuat ketika nilai sekian, ini kesalahan orangtua, kesalahan anak. Seolah-olah gurunya tidak punya salah,” tukas Jhonny. (stw/df)