Stasiun, bukan hanya tempat pemberhentian dan pemberangkatan kereta api, tetapi di stasiun juga tempat orang bertemu dan berpisah.
Jika naik kereta dari Stasiun Beos (Jakarta Kota) sampai Bogor, kita masih tertarik pada arsitektur stasiun buatan Belanda tersebut.
Ketika duduk di peran stasiun, kita bisa menggali lagi kenangan dan sejarah stasiun tua yang tak lekang oleh sejarah dan waktu.
Nostalgia bisa diawali dari Stasiun Jakartsa Kota (Beos) atau sebaliknya dari Stasiun Buitenzorg (Bogor). Stasiun Jakarta Kota, lebih populer dengan sebutan Stasiun Beos, sigkatan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij.
Jika mendongak, kita bisa melihat langit-langit peron yang melengkung dan tinggi menjulang yang menjadi salah satu ciri khas stasiun Beos.
“Stasiun ini dibangun sekitar tahun 1870, yang waktu itu menjadi jantung transportasi kereta api yang menghubungkan Batavia dengan kota-kota lain. Antara lain Bekesie (Bekasi), Buitenzorg (Bogor), Parijs van Java (Bandung), dan Karavam (Karawang),” ujar Wakil Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Taufik Azhar, Sabtu (2/3/2024).
Wakil Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Taufik Azhar. (dok.DDJP)
“Tidak jauh berbeda. Stasiun Beos sekarang juga menjadi tempat pemberhentian dan pemberangkatan kereta api dari dan ke Bogor, Bekasi, Tangerang, Karawang dan kereta api jarak jauh di Pulau Jawa. Bahkan, stasiun Beos, kini telah dijadikan bangunan Cagar Budaya sekaligus obyek wisata sejarah,” tambah Taufik.
Bangunan art deco karya Frans Johan Louwrens Ghijsels itu, tambah Taufik, menggunakan rangka atap berbentuk butterfly (kupu-kupu) dengan penyangga kolom baja.
Dinding warna coklat bertekstur kasar, juga lantai keramik membawa kesan sederhana, tetapi justru indah.
Ruang-ruang di stasiun Beos, kini digunakan untuk kantor dan tempat pembelian karcis. Sehingga membuat kesibukan di stasiun itu semakin terasa.
Deru mesin kereta dan percakapan ribuan orang, mungkin juga gambaran kesibukan masa lalu di stasiun Beos pada zaman Belanda dahulu. (DDJP/stw)