Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menerima permintaan maaf guru SMPN 250 Cipete Jakarta Selatan, Sukirno sebagai pembuat soal ujian terindikasi politisasi karena menggunakan dua nama tokoh politik.
Dengan lapang dada, Pras sapaan karibnya menyambut baik kedatangan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta Nahdiana, pihak sekolah dan guru agama tersebut di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (16/12).
“Akhirnya dengan hati yang legowo, sebagai pimpinan DPRD, permintaan maaf ini saya terima,” ujarnya.
Namun Pras berpesan agar Disdik DKI tetap memproses persoalan ini hingga tuntas dengan kebijakan yang berlaku. Selain membuat jera, diharapkan kedepannya seluruh guru lebih selektif ketika membuat soal ujian.
“Saya minta dengan sangat melalui Ibu Kadis, agar guru ini dikasih surat peringatan,” ucapnya.
Dilokasi yang sama, Nahdiana mengaku siap melakukan evaluasi dan memperketat penyortiran soal-soal yang akan dibagikan ke anak didik.
“Saya dinas pendidikan akan mengadakan evaluasi dan kedepannya melakukan perbaikan kembali untuk monitoring pembuatan soal secara berjenjang dari sekolah dan tingkat sudin (suku dinas) serta di bidang persekolahan sendiri agar pembuatan soal lebih terkontrol,” ungkapnya.
Sementara itu, Sukirno telah mengakui kesalahannya dan telah membuat video klarifikasi dan surat permohonan maaf terbuka diatas materai.
“Saya dalam kesempatan ini menyampaikan rasa penyesalan yang mendalam atas perbuatan yang saya lakukan terutama dalam penyusunan naskah soal. Oleh karena itu kepada Ibu Megawati Soekarnoputri selaku Presiden RI yang kelima, saya memohon maaf atas opini yang berkembang di masyarakat yang tidak menyenangkan,” ungkapnya.
“Kepada masyarakat DKI dan Indonesia, saya juga menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya yang telah membuat suasana menjadi tidak nyaman dan kepada Gubernur DKI Jakarta juga Bapak Anies Rasyid Baswedan saya minta maaf karena telah membuat kegaduhan di masyarakat DKI Jakarta. Akhirnya saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya semoga semua pihak dapat memaaafkannya terima kasih,” kata Sukirno lagi.
Sebelumnya, kasus diskriminasi di lingkungan pendidikan DKI Jakarta sempat terjadi pada Oktober 2020 lalu. Seorang guru berinisial TS mengajak siswanya untuk memilih ketua OSIS berdasarkan agama yang diyakini calon ketua OSIS. Sedangkan kasus guru yang membawa unsur politik elektoral terjadi pada 12 Desember 2020 yang membuat soal ujian sekolah menggunakan nama tokoh politik.
Dalam soal tersebut dua nama tokoh politik yang digambarkan sebagai sosok yang berlawanan sehingga dinilai soal tersebut mendiskreditkan salah satu nama tokoh politik. (DDJP/gie/oki)