Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Prasetio mengaku terkejut saat meninjau langsung pelataran Monumen Nasional (Monas) sisi selatan, lokasi revitalisasi. Ia menyayangkan konsep revitalisasi yang sama sekali tidak diketahuinya sejak usulan penganggaran.
Kekesalan tersebut datang, setelah Pras sapaan karibnya mengetahui bahwa lantai plaza Monas yang masih dalam tahap pembangunan ternyata dipadatkan dengan semen. Teknik pembangunan tersebut menurutnya salah besar mengingat kawasan Monas menjadi salah satu pusat penyerapan air yang sangat diandalkan Ibukota.
“Saya melihat kalau ini jadi serapan kok ini dibeton. Padahal ini kan daerah serapan yang tidak boleh dibuat apa-apa. Harus dikembalikan semula,” ujarnya di lokasi, Senin (27/1).
Terlebih, dikatakan Pras, ada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2014 tentang rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi yang menyatakan bahwa kawasan taman di Medan Merdeka merupakan jalur hijau yang sesuai dengan peruntukannya tidak bisa sembarang dilaksanakan pembangunan.
“Nah di sini juga ada suatu keanehan, seharusnya setiap pembangunan itu dilaksanakan perencanaan lebih dahulu, berapa anggarannya baru dianggarkan. Ini tidak, dibuat anggarannya lebih dulu baru perencanaan,” ungkapnya.
Selain itu, ia juga menyesalkan pelaksanaan pembangunan yang harus mengorbankan sebanyak 190 pohon, dengan konsekuensi dipindahkan dan ditebang. Berdasarkan laporan yang diterima Pras ada sebanyak 71 pohon yang dipindahkan, lalu sisanya ditebang.
“Itu puluhan tahun lho ditanamnya. Nah saya mau lihat yang dipindahkan itu mana pohonnya. Kalau tidak ada, saya akan laporkan,” tuturnya.
Sebelumnya Komisi D DPRD DKI Jakarta sudah meminta Pemprov untuk memberhentikan sementara revitalisasi Monas. Salah satu alasannya, revitalisasi yang dilaksanakan belum mendapat izin pemerintah pusat.
Sebab pembangunan kawasan Monas tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) nomor 25 tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, setiap kegiatan yang dilaksanakan di Monas harus seizin Kementerian Sekretaris Negara (Mensesneg).
Tertuang di pasal Pasal 4 Keppres 25 tahun 1995, memang disebutkan bahwa apabila ada penataan ulang atau revitalisasi kawasan Monas, maka pemerintah pusat mesti dilibatkan bahkan ada beberapa kementerian mesti dilibatkan sebagai Komisi Pengarah.
“Ini ada Keppres-nya, memang seharusnya Gubernur sebagai sekretaris pengarah harus berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat. Ini bukan milik DKI sendiri, ini milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Inikan enggak ada koordinasinya,” tandas Pras. (DDJP/gie/oki)